Kolom Jamaah

Antitesis Gawai dan Tanah Lapang

Oleh: Mashita Charisma Dewi Eliyas

Saat ini gawai (gadget) adalah barang yang seolah-olah tidak mungkin kita tinggalkan. Diperkuat dengan adanya idiom yang pernah saya dengar, “Mending gak ada uang, dibanding gak ada gawai“. Marah seorang ibu yang dulunya disebabkan si anak tak jua pulang bermain hingga menjelang maghrib, kini beralih menjadi karena si anak terlalu sering bermain gawai hingga acap kali mengacuhkan perintah ibunya.

Walau harus diakui, tak semua kasus di atas terjadi dalam tiap keluarga. Satu contohnya adalah ketika saya pernah melihat hal miris dan saya rasa tidak wajar, ketika di suatu pagi ada seorang ayah yang mengantar dua putri dan satu putranya ke sekolah. Kedua putrinya berada di jok belakang motor sedangkan si anak laki-laki masih sempat-sempatnya bermain gawai walau duduk di depan ayahnya yang sedang mengendarai motor.

Tidak bisa juga untuk menyalahkan perkembangan teknologi yang semakin maju pesat, yang parahnya berbanding terbalik dengan semakin tiadanya tanah lapang sebagai tempat untuk anak-anak bermain dan mengekspresikan diri. Tak seperti dahulu di mana kita bisa mudah menemukan tanah lapang untuk bermain sepakbola, gobag sodor, betengan, bedelikan (petak umpet), dan permainan tradisional lain.

Di halaman atau tanah lapang yang kian langka, kadang mereka diusir oleh si empunya tanah karena dianggap berisik dan menganggu waktu istirahat. Tidak jarang juga mereka diusir karena dicurigai merusak bahkan mengambil mangga sang pemilik tanah lapang tersebut.

Setali tiga uang saat mereka bermain halaman masjid, satu-satunya tempat lapang yang tersedia nyaris di tiap daerah, yang celakanya juga tidak ramah terhadap anak-anak yang kerap diusir karena dianggap menganggu ibadah serta merusak tanaman di area masjid. Tidak jarang pula anak-anak itu sampai disiram air saat bermain atau sekadar berlarian di area masjid. Sungguh berbeda dengan masjid zaman saya dahulu yang begitu ramah terhadap anak-anak, sehingga keriuhan suara anak-anak di masjid adalah sebuah pemandangan indah yang jamak.

Mereka mungkin membutuhkan gawai sebagai sarana mengenal zaman, namun mereka juga membutuhkan tempat bermain untuk bersosialisasi dengan teman sebaya dan mengenal permainan tradisional. Dunia anak adalah dunia bermain, jangan pernah merenggut kebebasan mereka untuk bermain.

Seiring bertambahnya usia, suatu hari nanti ada saatnya mereka berhenti bermain karena disibukkan dengan kesibukan sekolah atau pekerjaan. Namun, selama malaikat-malaikat kecil masih dalam masa bermain dan mengenal dunia, mari kita asuh bukan hanya dengan gawai, namun juga dengan membebaskan mereka berlarian di halaman tanpa ancaman akan marah, hardikan, apalagi pukulan.

 

Jemaah Maiyah asal Sidoarjo yang kerap hadir seorang diri saat Maiyahan.

Bisa disapa di akun instagram @sitaeliyas