Bermula dari Cak Amru – Romantika Kamar Kost Mahasiswa (2)
Kemlagen #30

Oleh: Samsul Huda
Tidak hanya dengan teman-teman seangkatan dan sejurusan, saya juga menjalin hubungan baik dengan kakak angkatan. Satu dari mereka adalah Cak Amru, sahabat baik dua tahun di atas saya. Kami sering ngobrol dari hati ke hati. Perkenalan dan hubungan baik ini terjadi karena saya sering singgah ke rumah kost teman-teman, yang kebetulan dia tinggal di salah satu kamarnya. Dari situlah terbangun keakraban yang berkembang menjadi rasa saling percaya dan mengerti.
Akhirnya terkuaklah bahwa keadaan ekonomi Cak Amru beserta keluarganya tidak jauh berbeda dengan keluarga saya. Menurutnya, harus ada uang tambahan untuk menopang biaya hidup dan kuliah. Karena itu pula, dia sampaikan keinginannya untuk bergabung dengan saya: menjajakan onde-onde.
لآ تَصْحَبْ الْكَسْلاَنَ فِيْ حَالاَتِهِ كَمْ صَالِحٍ بِفَسَادِ آخَرَ يَفْسُدُ
عَدْوَ الْبَلِيْدِ إِلَى الْجَلِيْد سَرِيْعَةٌ كَالْجَمْرِ يُوْضَعُ فِيْ الَّرمَادِ فَيَخْمُدُ
(١٥ : تعليم المتعلم طريق التعلم. ص)
“Jangan sekali-kali kamu bersahabat dengan seorang pemalas. Banyak sekali orang saleh sebab rusak dan bejat sahabatnya ia menjadi rusak dan bejat. Ingat! Daya tular orang “keplek dan dungu” terhadap orang yang jenius dan kuat daya pemahamannya itu sangat cepat”. (Kitab Ta’limul Muta’allim. Halaman 15).
Dari seringnya ngobrol bersama dan keinginannya untuk ikut saya berjualan, akhirnya muncul ide kami untuk membuka usaha onde-onde sendiri. Ternyata ide itu bukan sekadar ide, namun sebuah tuntutan dan keharusan yang tidak boleh ditunda-tunda.
Ya, harus buka usaha sendiri! Bagaimana tidak, tempat tinggal saya cukup jauh dari kampus tempat kost teman-teman. Padahal saya harus sering bertemu mereka untuk mengerjakan tugas kelompok maupun individu. Selain itu, saya juga harus sering ke perpustakaan agar bisa menyelesaikan tugas-tugas perkuliahan atau baca-baca buku dalam rangka menambah dan memperluas pengetahuan.
Seberapa jauhnya jarak dari tempat tinggal ke kampus bisa digambarkan dari perjalanan yang harus saya tempuh. Dengan bemo atau angkot, ada tiga trayek yang harus saya naiki. Pertama, dari Polowijen ke Pasar Blimbing lalu pindah ke bemo jurusan alun-alun Malang. Turun di RSU Saiful Anwar, ganti lagi dengan angkot jurusan Dinoyo. Sesampainya di perempatan jalan Bogor, saya turun dan berjalan kaki menuju kampus di jalan Surabaya melewati gerbang belakang.
Sekitar satu tahun saya tinggal di Polowijen, ikut juragan onde-onde. Makan dan tempat tidur ditanggung olehnya. Kegiatan rutin di sana adalah membuat dan menjual sendiri onde-onde. Dagangan sehari harus habis karena juragan hanya mau menerima setoran penuh dari jumlah yang dibawa. Hal ini dilakukannya karena dia sudah menetapkan harga setoran yang murah. Harga jual perbutir onde-onde adalah Rp 50, sedangkan setornya Rp 35. Dari setiap 25 butir ada bonus 1 butir. Jadi kalau saya membawa 100 butir, saya mendapat bonus 4 butir sehingga total uang yang bisa saya dapatkan sebesar Rp 1.700. Sebagai gambaran, kala itu SPP saya persemester adalah Rp 30.000.
Akhirnya, di tahun kedua, saya putuskan untuk pindah tempat tinggal sekaligus memisahkan diri dari juragan dan memulai usaha sendiri. Saya mohon izin kepada beliau dengan alasan yang sama. Awalnya, beliau kaget, nggetuni, ngeboti, bahkan nggandoli. Namun akhirnya beliau mengizinkan dan merestui keputusan saya. Lebih dari itu, juragan merasa bahagia dan bangga karena merasa bisa membantu saya. Memberi keterampilan membuat sampai menjual sendiri. Beliau berpesan, “Kalau sewaktu-waktu mau kembali, kembalilah. Kalau sewaktu-waktu ada kesulitan soal produksi, datanglah untuk bertanya dan konsultasi. Kalau ada waktu senggang, mainlah ke sini untuk silaturahmi”.
Kepada bapak dan ibu juragan, saya sampaikan banyak terima kasih. Kebaikan kalian tak akan pernah terlupakan. Kalian telah membekali saya “pancing”, sehingga saya bisa mencari “ikan sendiri”. Bisa dikatakan bahwa dari merekalah saya bisa tahu adanya “sawah dan ladang untuk ditanami” sehingga bisa memenuhi kebutuhan hidup dan biaya kuliah. Do’a dan harapan terus saya panjatkan agar kalian beserta keluarga sampai anak cucu selalu dalam lindungan dan penjagaan-Nya, selalu berkelimpahan cinta, dan kasi sayang-Nya. Aamiin.
—oOo—
Penulis adalah santri di PP Roudlotun Nasyi’in, Beratkulon-Kemlagi dan PP Amanatul Ummah Pacet. Keduanya di Mojokerto. Mengaku sebagai salah seorang santri di Padhang mBulan, penulis bisa ditemui di kediamannya di dusun Rejoso-Payungrejo, kecamatan Kutorejo, Kab. Mojokerto