Kolom Jamaah

CERITA KOPI DALAM PELUKAN

(1)

Dari kopi tadi malam, aku banyak

tau tentang dirimu.

Rasa pahit dari kopi terasa momen

yang tepat untuk menggambarkan tentangmu.

Sebab aku tak bisa melewati seluruh

bayangmu, jika cintamu tak pernah kau

hardikkan pada semanis gula kopi masa lalu.

Bahkan Terkadang kamu lupa tentang waktu,

sehingga tak engkau sempatkan

menyelami haus dahagaku.

 

Tentang malam itu, suara langit

menggema dari dasar hatimu.

Terdengar bising sampai jatuh

dalam pelukanku

Kau pernah berbicara perihal awan yang pekat,

sungai yang panjang dan gunung yang menjulang tinggi.

Tapi tidak pernah kau ajarkan untuk menikmati

keindahannya lewati mesranya dirimu.

 

 ” Pernah aku baca detak jantungmu yang mulai layu,

 sebab dari mataku

 ada pekat awan yang fana

Ku raba seluruh jemarimu yang halus bagai wujudku tentang rindu “

 

(2)

Perihal kopi, sengaja aku menutup mataku.

Barangkali aku lebih berkonsentrasi untuk

menghitung tiap sel cintamu.

Agar ampas kopi saja yang selalu pekat,

asal jangan tatapanmu.

 

Inilah tentang kopi, hitam manis rasa

kesungguhanmu.

Tak bisa aku bedakan perihal manis

dengan hitam,

bagiku hitam adalah nafsu.

Tapi manis adalah cinta yang

memunirkan segalanya tentang nafsu.

 

Tentangmu, berabad keabadianku mengenal

cinta semesta, mungkin aku sampai tersamar

kepadaNya.

Aku kau buat takjub oleh dingin malam dan cahaya rembulan.

Atau bijaknya sepasang merpati di ketinggian.

Sebab, aku terlahir dari dua rumpun kasih yang

tergerai oleh cinta.

 

Oleh : Ahmad Baharuddin Surya, sedang kuliah di Universitas Negeri Surabaya (UNESA) jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia semester tiga. Asalnya dari kota Lamongan. Penggiat Maiyah. Dia juga merupakan jurnalis LPK GEMA UNESA.