Kolom Jamaah

Hah….. Qur’an Dibakar???!!!

Oleh: Sunartip Fadlan

Sudrun benar-benar berang dengan aksi kaum yang “tidak tahu diuntung”. Betapa tidak, ia dikasih hidup Allah dengan berbagai kenikmatannya, kok malah membakar Qur’an!

“Brengsek! Kurang ajar! Awas nanti pasti aku maki-maki di FB, Twitter, dan kalau perlu semua media sosial aku kerahkan untuk melawan!!!!”, gerutu Sudrun.

Di tengah kekalutannya yang luar biasa, ia didatangi setan. Setan menantang Sudrun untuk membakar al-Qur’an miliknya.

“Apa kamu gila ya! Mana mungkin saya bakar al-Qur’an???” bentak Sudrun.

“Sudah bakar saja Qur’anmu, banyak cincong kamu!” hardik setan lagi. “Kalau memang kamu benar benar fanatik dengan Qur’anmu, coba bacakan untukku ayat yang bisa mengusir aku!” Ejek setan

Sudrun kelimpungan. Jangankan menghafal ayat, bacapun dia nggak bener.

“Hahaha… umat fanatis tolol! Mana ada orang fanatik kok nggak ngerti sama ayat perlindungan dari setan dengan Qur’an yang dia fanatiki!” Setan tertawa terguncang-guncang.

Sudrun makin bingung, tapi ia tutupi mukanya denga kedua tangan agar tidak ketahuan setan.

“Ya sudah, kalau nggak bisa, coba bacakan bacaan wajib shalat kamu dari Qur’an!!!” Setan ngrenyit sambil sanyam-senyum.

Sudrun melafadzkan Al-Fatihah dengan bacaan yang amburadul, tajwidnya ngalor ngidul. Hatinya tersayat, ujung matanya mulai mengembang dipenuhi air mata, ia tahan agar tidak meluncur jatuh.

Setan kegirangan luar biasa, ia meledek Sudrun sambil menari-nari di depannya. 

Dada Sudrun bergemuruh. Ia ingin marah kepada setan yang memperlakukannya benar-benar sebagai makhluk hina di hadapannya. Tapi apa daya dia pun harus mengakui kekhilafannya di depan setan.

Jurus akhir dikeluarkan setan, dengan nada seolah menenangkan ia berbisik sangat pelan kepada Sudrun: “Ya Sudah kalau begitu, tolong carikan Qur’an untuk saya! Bacakan untuk saya!”

Secepat kilat Sudrun menuju mushola rumahnya yang kusam dan bau karena jarang disapu. Ia cari di sana, nggak ketemu.

Sudrun mulai cemas, ia ke perpustakaan pribadinya yang mewah, mencari-cari Qur’an, mukanya cerah. “Nah dapat!” Sergapnya, setelah ditarik keluar, ternyata bukan Qur’an melainkan buku Das Kapital (The Capital) karya Karl Marx. Ia cari lagi, yang dijumpa refrensi tentang revolusi Mao Ze Dong. Cari lagi, ketemu KUHAP dan KUHP, cari lagi ketemu ramalan Joyoboyo, Satria Piningit Siliwangi, Primbon Betaljemur, buku-buku filsafat, Terrorist and Counter Terrorist, cari….. carii …………

Tumpukan bukunya yang “lengkap” itu ternyata “hanya” berisi buku buku “suci” karya manusia.

Hatinya hancur, fanatismenya pecah berkeping, ia terduduk menangis sejadi-jadinya.

Sudrun mengakui kemenangan setan.

Ternyata fanatismenya buta, ia memaki-maki pembakar al-Qur’an, padahal dirinya telah meninggalkan al-Qur’an entah sejak kapan…

Penulis adalah jama’ah Padhang mBulan dan pengasuh pondok pesantren mahasiswa Al Mutawakkil, Ponorogo

Leave a Reply

Your email address will not be published.