Prolog

Halaqoh Pengendara Cahaya – Prolog BangbangWetan Agustus 2021

Halaqoh Pengendara Cahaya

Memperbincangkan dunia sains dengan segala misterinya memang menghasilkan keasyikan tersendiri. Terutama bagi kita yang mempunyai rasa keingintahuan yang tinggi. Bagi kita yang mau berpikir, memperbincangkan sains sama halnya dengan membuka kebodohan kita sendiri. Bagaimana tidak, sangat banyak hal di alam semesta ini yang sebenarnya sama sekali belum kita ketahui. Bahkan, sekadar memikirkannya secara ndek-ndekan saja rasanya kita belum mampu. Setiap kita mendapat jawaban, saat itu pulalah pertanyaan baru muncul. Manusia memang bukan siapa-siapa di keluasan semesta raya nan tak berujung.

Salah satu hal menarik yang masih banyak dilingkupi misteri adalah tentang Sang Pelari Tercepat di alam semesta: cahaya. Cahaya bisa mencapai kecepatan maksimal pada ruang hampa udara dan bolak balik bumi—bulan hanya dalam waktu ±2 detik. Zarah nirmassa ini bahkan bisa jadi adalah salah satu ciptaan Allah generasi awal yang maujud sebagai Nur Muhammad, yang kelak dikemudian hari menjadi satu-satunya sosok harapan kita untuk memohon syafaat. Belum lagi kalau kita bertanya mengapa malaikat diciptakan dari cahaya? Lalu kalau mau nakal, kita juga bisa bertanya mengapa iblis diciptakan dari api? Yang tentu kita semua tahu bahwa api juga memancarkan cahaya.

Andaikan cahaya bisa kita tunggangi, mau ke mana Anda? Tapi tunggu dulu, memangnya bisa? Mengapa tidak. Bukankah kita umat Islam beriman akan peristiwa Isra Mi’raj. Walau tentu tak perlu kalian pikir secara sains sampai ke tingkat detail mengapa dan bagaimana peristiwa tersebut bisa berlangsung. Cukup kita imani dan ambil hikmahnya. Satu yang pasti, manusia bisa bergerak “menunggangi cahaya” tanpa harus mengalami dilatasi waktu.

Tak perlu kita menunggu teknologi kendaraan ekstra cepat yang bisa menyaingi kecepatan cahaya. Secara jasmani kita memang belum mampu, namun secara rohani sebenarnya kita telah lama bisa melakukannya. Tentu itu hanya idiom hiperbolis dari kita masyarakat otak- atik gathuk. Faktanya hal-hal sederhana seperti: bersedekah tanpa menunggu kaya, memaafkan tanpa harus menunggu orang lain meminta maaf pada kita, menolong orang tanpa harus gembar-gembor di media sosial, bahkan sekadar tersenyum tulus atau menebar energi  positif  bukankah  itu sudah  bisa  dikatakan sebagai  menunggangi  cahaya.  Sebuah perilaku yang bisa kita lakukan sehari-hari yang pancaran energinya bisa saja menembus shaf langit ke-7 seperti peristiwa Bouraq yang membawa Rasullulah serta ditemani oleh Jabarala.

Sang Babul Ilmi, Sayyidina ‘Ali ibn Abi Thalib, juga pernah mencontohkan bahwa beliau sama sekali tidak melihat dunia, karena begitu ia menatap dunia, yang tampak di mata batinnya adalah Allah Swt. ‘Ali menatap langit, tampak Allah di mata batinnya. ‘Ali menyaksikan riuh rendah pasar, tampak Allah di mata batinnya. ‘Ali memandangi gelombang laut, dedaunan yang bergoyang oleh angin, manusia lalu-lalang di jalanan, burung-burung terbang, cacing melata dan kuda kuda berlarian —maka di mata batinnya yang tampak oleh ‘Ali adalah Allah. (Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, atau ‘Alikah Engkau? Disadur dari buku “Tuhan Pun ‘Berpuasa’”)

Oleh karena itu, mari kita berhalaqoh bersama Sang Saintis Maiyah untuk membahas lebih detail tentang cahaya maupun “cahaya” di BangbangWetan edisi Agustus 2021. Semoga halaqoh kita juga dihadiri oleh Sang Penunggang Cahaya, bahkan Sang Cahaya itu sendiri, Muhammad Rasul terkasih kita. Shallu ‘alan Nabi Muhammad.

Tim Tema BangbangWetan

Leave a Reply

Your email address will not be published.