Jalan untuk Mengenal Batas
Merdeka!!! Merdeka!!! Merdeka!!!
Pekik merdeka menggema hampir di setiap tempat upacara bendera peringatan HUT RI tanggal 17 Agustus kemarin. Dengan disertai kepalan tangan ke atas, inspektur upacara meneriakkan pekikan ‘merdeka’. Teriakan mereka seperti kalimat takbir menjelang salat ‘Ied yang penuh semangat kemenangan. Setelah ‘merdeka’ diteriakkan, sontak langsung disahut oleh peserta upacara lain dengan dorongan genggaman tangan pula.
Kata ‘merdeka’ tetiba menyihir rakyat Indonesia ketika Agustus tiba. Tak perlu dibahas lagi, saya yakin kita semua merasakan gaung merdeka tersebut. Hal ini sudah turun temurun dilakukan sejak Indonesia memproklamirkan kemerdekaan sembilan windu silam. Semangatnya tak hilang, meski zaman terus berganti.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), merdeka dimaknai sebagai keadaan bebas (dari perhambaan, penjajahan, dsb) atau berdiri sendiri. Sedangkan kemerdekaan dimaknai sebagai keadaan berdiri sendiri (bebas, lepas, tidak terjajah lagi, dsb). Kata ‘merdeka’ tak jauh dari makna ‘bebas’, begitu kesimpulan saya dari KBBI.
Kedua hal di atas tidaklah salah, namun bukankah sangat diperbolehkan kalau kita memperdalam makna ‘kemerdekaan’ secara lebih substansial sebagai suatu nilai yang dapat dijadikan pegangan hidup? Asalkan baik bagi diri kita, tak masalah, bukan! Dalam Maiyah, kami biasa menyebutnya tadabbur. Seperti yang telah dituturkan para Marja’ Maiyah dalam setiap pertemuan fisik maupun batin.
Budaya tadabbur yang diterapkan dalam Maiyah selalu mengajak Jannatul Maiyah berpikir lebih dalam lagi tentang nilai yang bisa diterapkan dalam diri dan disebarkan dalam lingkungan sekitar. Mbah Nun dan Marja’ Maiyah lain sering mendalami makna kata berdasarkan konotasinya, tak terkecuali kata ‘kemerdekaan’.
“Kemerdekaan adalah jalan, tujuannya mengenal batasan-batasan.” Kurang lebih begitulah ngendikan Mbah Nun yang pernah saya tangkap dalam suatu Maiyahan.
Kata kunci dari kalimat di atas adalah jalan dan batas. Tak ada kata bebas seperti yang dikemukakan KBBI. Bebas adalah tataran terendah dari merdeka. Kalau merdeka hanya dimaknai sebagai bebas, bisa dibayangkan betapa parahnya moral Negeri yang telah merdeka selama 72 tahun ini. Setiap warga negara bebas melakukan apapun tanpa batas aturan atau aurat.
Jalan dalam pengertian di atas menunjukkan bahwa kemerdekaan bukan kondisi yang berhenti. Kemerdekaan bukanlah tujuan utama dari perjuangan. Jalan adalah sesuatu yang harus ditempuh dengan dasar ilmu dan pedoman yang telah dimiliki. Jalan untuk mengenal batasan masing-masing.
Seseorang yang merdeka haruslah memiliki sikap hidup yang mandiri. Dalam tataran selanjutnya, seseorang yang mandiri berarti memiliki daya kontrol terhadap dirinya sendiri. Seseorang yang telah merdeka mampu membatasi diri sendiri dengan batasan aurat yang dibuat sendiri, karena tanpa batas, segalanya akan hancur.
Patut diendapkan lagi kepada diri masing-masing. Jangan bilang ‘merdeka’ sebelum mengenal batas.
Oleh: Danang Y. Riadi