Kolom Jamaah

“Manah Menep, Proposal Strategis Era Kekacauan”

Oleh : Rio NS

Untuk kali ini, saya akan ngudarasa apa yang jadi energi potensial terkait tema BangbangWetan Desember 2017. Satu edisi BbW yang kali pertama menempati “rumah” asalnya setelah hampir 9 bulan berpindah venue karena pemugaran kawasan Balai Pemuda Surabaya.

Nyaris menjadi selalu dengan tidak bermaksud menjadikannya sebagai sebuah trade mark, tema-tema BbW lebih banyak berfokus pada apa yang orang Jawa menyebutnya sebagai mesu budi. Suatu rangkaian dari olah pikir, rasa, dan laku untuk mengenal sisi personal dan jati diri manusia. Godaan untuk ikut meramaikan pembicaraan mengenai negara, pemerintah, perpolitikan lokal-regional seperti coba dibawa ke ranah orang per orang. Ia berusaha setia kepada upaya memperkilap kaca benggala sebelum pada gilirannya mengacak-acak wilayah yang lebih luas, kawasan eksternal yang kian antah berantah.

Tajuk “Manah Menep” malam itu demikian halnya. Poster dan prolog yang dimaksudkan sebagai pemantik bagi mereka yang hadir untuk terlibat secara aktif menjadi representasi yang memadai. Paparan tim tema dan semua narasumber memberi penguatan yang menjadikan tema terbangun meski keragaman interpretasi tetap tak terhindarkan.

Secara bahasa, “Manah Menep” berarti hati yang sedang dalam kondisi “stationer”. Satu situasi dimana segala fenomena yang masuk menjadi stimulus disikapi dengan cara mengendapkannya. Membiarkan stimulus itu menjadi masukan untuk tidak dilakukan mekanisme internal apapun.

Pertanyaannya kemudian, apa sisi baik-buruk dan manfaat-mudharatnya ? Muhammad SAW yang rahmat Allah senantiasa tercurah atasnya, pernah sampaikan bahwa hati adalah indikator utama kualitas seseorang. Ketika hatinya baik maka baik pula keseluruhan diri orang itu. Mengondisikan hati ke dalam keadaan menep adalah upaya untuk membuatnya tetap terjaga kadar jernih dan kemurniannya. Hati yang menep akan membawa seseorang menjauh dari apa yang dikenal sebagai penyakit yang bersifat psiko-emosional. Karena stimulus eksternal punya pengaruh signifikan bagi kualitas hati.

Hati yang menep, akan membentuk karakter manusia yang setia hanya kepada nilai-nilai luhur. Usikan apapun yang datang bersama informasi yang diterima sistem saraf tidak akan menjadi faktor kendali dalam optimalisasi free will. Segala apa yang kita konsumsi akan segera terekspresi dalam keluaran sikap dan perilaku. Segala apa yang dicerna hati akan disekresi dan ekskresikan ke dalam aksi dan reaksi keseharian.

So, c’mon…abaikan saja ucapan seorang presiden sebuah negeri yang mengatakan bahwa letusan gunung api di pulau Dewata bisa mengundang wisatawan manca. Atau,  jangan dengarkan pernyataan menteri pertaniannya yang karena harga daging merangkak naik, menganjurkan rakyat mengonsumsi keong sawah.

Tarik nafas saja dalam-dalam dan telan ucapan Mbah Nun sekian tahun silam:

…mengendapkan hati dan bernyanyi.

 

Penulis adalah, penggiat BangbangWetan yang menemukan keseimbangan diri pada musik rock dan sastra. Bisa disapa melalui akun Facebook: N Prio Sanyoto.