Mata Air

Membaca Alquran Tak Paham Artinya

MEMBACA AL-QUR`AN TAK PAHAM ARTINYA
Oleh: Ahmad Fuad Effendy (Cak Fuad)

SEORANG ANAK usia SMP yang kritis bertanya kepada sang kakek, yang selalu mengingatkannya agar rajin membaca Al-Qur`an, “Apa gunanya Kek, saya membaca Al-Qur`an tapi tidak mengerti maksudnya? Sia-sia saja kan, Kek?”.

Sang Kakek, yang sedang duduk di halaman rumahnya, tidak menjawab pertanyaan sang cucu malah memberinya perintah, “Hai cucuku sayang, ambilkan kakek sekeranjang air!”. Si cucu yang pada dasarnya sangat sayang kepada kakeknya segera mengambil ember, memenuhinya dengan air, dan membawanya kepada sang kakek. Tapi sang kakek menolaknya. “Cucu … Kakek kan minta sekeranjang air bukan seember air”. Si cucu pun segera mengambil keranjang kotor yang ada di taman, mengisinya dengan air, dan membawanya kepada sang kakek, tapi tidak tersisa air sedikitpun di dalam keranjang.

Hal itu diulanginya sampai tiga kali dengan menambah kecepatan larinya ketika membawa keranjang air, tapi hasilnya sama saja. Akhirnya dia berkata “Kakek, tidak bisa air dibawa dengan keranjang, seharusnya dengan ember, sia-sia saja Kek”. Sang kakek pun  menjawab, “Cucu, mengapa kamu katakan sia-sia?

Coba amatilah keranjang yang tadi kamu pakai membawa air!”. Sang cucu pun melihat keranjang itu dengan seksama, dan apa yang dia temukan? Ternyata keranjang yang semula kotor itu sekarang menjadi bersih luar dan dalam. Di saat itulah sang kakek berkata, “itulah cucuku jawaban kakek atas pertanyaanmu tentang membaca Al-Qur`an yang kamu tidak memahami maknanya. Kalau cucu rajin membaca Al-Qur`an, meskipun cucu tidak mendapatkan pengetahuan dari yang cucu baca, dirimu akan mengalami pembersihan luar dan dalam, jasmani dan rohani,  atas kehendak Allah”.

Membaca Al-Qur`an tanpa pemahaman adalah kenyataan umum di kalangan umat Islam terutama yang bukan penutur bahasa Arab. Di dalam bahasa Arab ada tiga kata yang berkaitan dengan kegiatan membaca Al-Qur`an, yaitu qirâ`ah, tilâwah dan tartîl.

  • Qirâ`ah artinya membaca secara umum, baik dalam arti mengubah lambang tulis menjadi bunyi maupun membaca pemahaman. Yang pertama menjadi dasar atau landasan bagi yang kedua. Meskipun tujuan membaca pada dasarnya adalah yang kedua yakni untuk memahami isi bacaan, tapi dalam prakteknya banyak juga yang melakukan kegiatan membaca terbatas pada pengertian pertama. Contoh kongkritnya adalah membaca Al-Qur`an tanpa pemahaman.
  • Sedangkan tilâwah artinya juga membaca, tapi pada tingkat yang lebih tinggi dari qirâ`ah. Karena tilâwah mempersyaratkan beberapa hal, yakni (1) pemahaman terhadap apa yang dibaca, (2) mengikuti isi bacaan, yang baik ditiru yang buruk dihindari, yang wajib dilaksanakan yang haram ditinggalkan, dan (3) objek bacaannya adalah Al-Qur`an. Selain Al-Qur`an digunakan qirâ`ah bukan tilâwah.
  • Adapun tartîl yang secara etimologis bermakna tertib, urut, dan teratur, juga digunakan khusus untuk Al-Qur`an. Secara terminologis tartîl adalah membaca Al-Qur`an secara berurutan, dengan bacaan yang baik dan benar, disertai pemahaman dan penghayatan terhadap makna ayat-ayat yang dibacanya.

Yang sering menjadi pertanyaan adalah, apakah membaca Al-Qut`an tanpa pemahaman mendapatkan pahala. Jawabannya bisa dirujuk kepada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadis riwayat Imam Turmudzi “Barang siapa membaca satu huruf dari kitab Allah Ta’ala maka dia memperoleh kebaikan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan Alif-lâm-mîm itu satu huruf tapi alif satu huruf, lâm satu huruf dan mîm satu huruf”.

Dalam hadis riwayat Imam Muslim beliau bersabda “Yang mahir membaca Al-Qur`an bersama para rasul yang mulia, sedangkan yang membaca Al-Qur`an dengan terbata-bata dan susah-payah mendapatkan pahala dua kali lipat”.Dari dua hadis ini dapat disimpulkan bahwa membaca Al-Qur`an meskipun tanpa memahami maknanya tetap mendapatkan penghargaan dari Allah berupa pahala dan kebaikan, karena merupakan salah satu bentuk ta’abbud atau ritual peribadatan.

Namun demikian, orang beriman hendak tidak cukup berpuas diri dengan memperoleh pahala dari membaca Al-Qur`an sebagai ta’abbud. Al-Qur`an diturunkan bukan hanya sebagai sarana untuk mengumpulkan pahala. Al-Qur`an adalah pedoman hidup bagi semua manusia (hudan lin-nâs), dan khususnya bagi orang-orang beriman (hudan lil-muttaqîn). Agar fungsional sebagai pedoman hidup, maka Al-Qur`an harus dipahami isi kandungannya.

Oleh karena itu akan lebih besar nilai dan kebaikannya, jika selain membaca Al-Qur`an sebagai bentuk ritual peribadatan, hendaknya juga ada usaha untuk memahami maknanya, menghayati dan merenungkan pesan-pesannya, untuk dibawa ke dalam realitas kehidupan, baik secara individul maupun sosial. Jika kemampuan bahasa Arab menjadi kendala, Terjemah dan Tafsir Al-Qur`an berbahasa Indonesia bisa dimanfaatkan.

Namun perlu disadari bahwa terjemah Al-Qur`an bukan lah Al-Qur`an. Di dalam terjemah dan tafsir sudah terkandung pendapat dari penerjemah dan penafsir. Dan terjemah Al-Qur`an tidak akan mampu merepresentasikan semua keunggulan Al-Qur`an baik dari segi bahasanya maupun maknanya. Dan pembaca terjemah Al-Qur`an tidak akan memperoleh kenikmatan rasa dan kepuasan spiritual seperti yang didapatkan oleh pembaca Al-Qur`an dalam bahasa aslinya.*