Reportase

Mengukur Atensi untuk Menumbuhkan Interes Positif

Oleh:  Imroah

Cuaca malam ini cukup mendukung pagelaran Sinau Bareng. Satu persatu jamaah memadati karpet area depan panggung yang telah disediakan oleh penggiat. Kopi dan camilan turut serta membawa hangat nuansa, sehangat kerinduan pejumpaan. Suara lamat-lamat mengikuti pembacaan tawashul dan wirid pilihan. 

Kegiatan diskusi yang dipandu oleh Yasin dengan narasumber Pak Darmaji, Mas Gagas, Pak Suko, dan Mas Sabrang berlangsung sangat gayeng. Dipantik dari kegusaran hati Mas Acang selaku penggagas tema terhadap fenomena resesi 2023 yang menjadi perbincangan publik hari ini. Resesi yang menurut Mas Acang sedikit berbeda dari resesi 1998, 2008, dan 2018. Menurutnya tidak hanya melibatkan sektor finansial namun juga sektor pangan dan energi yang menurut istilah Mbah Nun “Lek omong barang cilik ilingo barang gedhene, lek awakmu omong barang gedhene ilingo barang cilike”. Pemantik ini yang menjadi modal diskusi jamaah malam itu.

Yasin selaku moderator mempersilakan Pak Damaji untuk urun rembuk tentang tema Karsa, Rasa, Asa. Menurut Pak Darmaji resesi harus dihadapi. Jika resesi datang bagaimana kita bersikap? “Harus bisa mandiri untuk ketahanan diri”, tandas Pak Darmaji. Kemandirian menjadi kunci utama untuk mengikhtiari keadaan. Beliau mencontohkan bagaimana China dan India mempunyai ketahanan mental dalam hal kemandirian. India tidak malu menggunakan TV cembung sebelum negara dapat memproduksi TV model LED sendiri. China tidak mau mengunakan whatsapp, tetapi membuat aplikasi sendiri.

Pada sesi selanjutnya sebagai pencair suasana ada penampilan Lala-Lili dari SMA Muhammadiyah X Surabaya yang melantunkan dua tembang andalan. Riuh tepuk tangan jamaah menambah semangat Sinau Bareng malam ini. Petikan gitar dan gesekan biola mencairkan otak yang mulai memanas dengan tema yang cukup menguras otak.

Kembali pada diskusi, Mas Sabrang tidak menampik dan meyepakati 2023 akan ada resesi. Namun, beliau menjabarkan dengan sederhana pendekatan Maslow. Mas Sabrang memantik menggunakan pertanyaan; Jika pada sistem kapitalis, derajat kebutuhan manusia (uang) tinggi apa yang terjadi? Individu mempunyai tahap kebutuhan dasar. Kebutuhan tersebut meliputi fisiologis (bertahan hidup — makan dan minum), keamanan, kebutuhan sosial (memiliki dan kasih sayang), penghargaan/pengakuan, dan aktualisasi diri.

Beberapa contoh yang dituangkan dalam pendekatan Maslow oleh Mas Sabrang dapat ditarik kesimpulan ada dua poinyang tidak mudah dalam masa resesi yakni keamanan dan fisiologis (kebutuhan primer untuk bertahan hidup). Aktualisasi diri, pengakuan, dan kasih sayang bukan yang diutamakan. Pada masa itu yang paling aman adalah orang desa, karena orang desa dari segi keamanan dan bertahan hidup telah sangat mempuni; apabila antar kita saling percaya dan menjaga keamanan satu dengan yang lain.

Kestabilan Alam, Agama, dan Akhlak sebagai Maintenance

Mas Sabrang memberikan contoh, “Wani ra ketika ngelih ora nyolong? Di sini kemudian gunanya akhlak dan agama.” Ketika satu mempunyai alasan untuk mencuri maka yang lain juga akan melakukan hal yang sama. Apabila kita punya benteng agama dan akhlak, maka seharusnya tidak ada masalah dengan keamanan karena kemanan diselesaikan dengan kasih sayang.

 “Alam selalu memberikan feedback negative untuk menjaga kestabilan, misalnya kambing dan rumput – semain banyak kambing semakin rumput sedikit, semakin sedikit rumput kambing akan semakin kelaparan”, tandas Mas Sabrang. Untuk mejaga keseimbangan perlu untuk menjaga kestabilan alam. Seyogyanya alam menjadi tumpuan pembelajaran untuk manusia, namun kenyataannya naluri ingin selalu menang tabiat yang tidak lepas dari diri manusia.

Kembali mengenai resesi. Resesi dalam hal ini merupakan hukum alam. “Kalau ada yang ingin menang terus pasti akan collapse”, tambah Mas Sabrang. Menurutnya ini adalah hipotesis modern yang berbanding lurus dengan kapitalisme. Maka apabila ada negara yang selalu ingin berkuasa, resesi adalah jawaban alam untuk menjaga kestabilan.

Pemahaman terhadap Tuhan, Agama, dan Akhlak dapat dilihat sebagai maintenance. Mas Sabrang menerangkan tentang perbedaan project dan maintenance. Project itu misalnya ketika sakit ya minum obat bukan dengan pergi gym sembilan jam. Namun, untuk menjaga kesehatan agar tidak sakit dilakukan dengan olahraha sedikit dan setiap hari. Begitu juga dengan agama untuk menjaga kesehatan mental dan hati maintenance setiap hari dengan ibadah, ingat Tuhan setiap saat. Ini bukan untuk menuju project namun untuk menjaga kita pada keadaan yang tidak normal (resesi).

Mas Sabrang kembali menggarisbawahi pada poin keamanan. Sepertinya ini adalah poin tantangan kita dalam menghadapi resesi 2023. Hal yang tidak mudah untuk saling menjaga keamanan satu dengan yang lain. Namun, kita harus yakin dan menanamkan pertolongan Tuhan. Tuhan telah menyediakan semuanya untuk kita olah dan tinggal bagaimana kita mengambil hikmah.

Tidak terasa waktu semakin larut. Kopi hitam semakin menyusut dan otak pun semakin mengkerut. Agar lebih segar, Mas Aminullah mempersilakan The Luntas, ludruk Surabaya mengisi sesi kali ini. Dagelan Khas Suroboyoan mengundang gelak tawa jamaah. Narasumber pun tidak lepas dari bahan dagelanThe Luntas. Cak Robet dengan kidungan dan Cak Ipul yang memperagakan Mas Sabrang membuat penonton terpingkal. Tidak hanya dagelan, The Luntas juga menceritakan sejarah The luntas dan perjuangan menghidupkan kembali ludruk sebagai khasanah yang harus dilestarikan.

Perhatian (Atensi) sebagai Ibu Intelektual dan Rasa

Pada masa apapun, masalah tidak akan berhenti menyelimuti kehidupan manusia. Hanya bagaimana manusia me-manage fokus atau perhatiannya pada hal yang primer yang ada di sekitar kita. Energi kita tidak akan cukup untuk mengurusi semunya, sehingga perlu fokus. “ Kalau kamu nggak mau investasi pada dirimu sendiri, jangan harap orang lain mau investasi sama dirimu. Wong kamu nggak mau investasi sama diri kamu. Saya tidak pingin pakai konsep yang kompleks, pakai konsep yang sederhana saja. Orang kuwi arep nganggo rasa arep intelektual iku ana mboke. Mboke iku namanya atensi”, jelas Mas Sabrang.

Mas Sabrang menjelaskan bahwa atensi sangat penting, kita harus mencari titik optimal diri yang diberikan Tuhan;  yang memang tahu dan dihemat. Karena atensi adalah sumber daya terbatas yang kita miliki dan tidak dianggap sesuatu yang berharga. Karena manusia sejatinya adalah makhluk yang punya tujuan. Yang utama tujuan itu bukan untuk tercapai, namun untuk meletakkan atensi.

Jamaah sangat antusias, ada dua penanya yang dipersilakan moderator untuk naik ke atas panggung. Pertama, Adi dari Waru yang menanyakan tentang cara men-trigger otak. Kedua, Rahman dari Surabaya menanyakan tentang bagaimana Ia harus bersikap terhadap tragedi Kanjuruhan.

Mas Sabrang merespons dua pertanyaan tersebut dengan menjawab pertanyaan dari Rahman terlebih dahulu. Tanpa menggurui Mas Sabrang merespons dengan objektif. Menurut Mas Sabrang menghargai korban tragedi kanjuruan agar tidak sia-sia adalah dengan memastikan bahwa ke depan hal tersebut tidak terulang kembali, untuk dapat memandang secara objektif adalah dengan baseline.

Selanjutnya pertanyaan dari Adi yakni tidak perlu men-trigger otak yang perlu diperhatikan adalah interes. Alami hidup dengan sungguh-sungguh, beri atensi pada hidup, semua akan terbuka dengan sendirinya. Mas Sabrang meminta untuk Adi mengejar terus keingintahuannya dan jangan berpikir: apa keingintahuannya harus terjawab hari ini. Karena akan tiba saatnya pengetahuan itu akan datang kepadanya suatu saat nanti.

Pada akhir diskusi mas Sabrang menyampaikan kalimat penutup, “Interes itu tidak dapat dikarang. Interes muncul dari diri sendiri, secara gampang ini yang menuntun adalah dirimu yang sejati yang dikandani oleh Gusti Allah”.

Sekilas tentang penulis : Lahir di kediri, bekerja sebagai buruh pendidikan di taman kanak-kanak.

Leave a Reply

Your email address will not be published.