Penghakiman dan Basa-basi pada Wanita

Oleh : Mashita Charisma Dewi Eliyas
“Jadi wanita mah gak usah sekolah tinggi-tinggi, nanti ujung-ujungnya juga di dapur”. “Hee.. Sudah umur 25 kok belum nikah juga? Kamu sih pilih-pilih, nanti jadi perawan tua loh”. Itulah Beberapa contoh kalimat yang sering menimpa saya bak makanan sehari-hari. Sebagai wanita, ada saja hal-hal yang menyudutkan kami. Sebuah penghakiman yang sering kali didasari dengan alasan yang kurang tepat.
Seperti halnya ketika saya memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perkuliahan, pasti selalu ada suara sumbang yang mengkritik. Buat apa seorang wanita berpendidikan tinggi, ujung-ujungnya tetap di dapur. Sama halnya ketika di usia lebih dari 25 tahun namun belum juga mendapatkan seorang pasangan. Penghakiman akan datang bahwa kami adalah makhluk Tuhan yang pilih-pilih sehingga kami belum juga mendapatkan pasangan.
Penghakiman tidak berhenti hanya pada hal bangku perkuliahan atau persoalan pasangan saja. Ketika kami telah menikah, masih terdengar suara-suara sumbang penghakiman, “Kapan punya anak?” Walau terkadang kalimat tersebut cuma basa-basi percakapan, tetapi mereka yang bertanya tidak memahami apa yang telah kami lewati dan korbankan demi melewati itu semua.
Bahkan beberapa waktu lalu, saya mendapat direct massage Instagram dari salah satu teman. Ia berkata, “Mbak, aku tau kita gak sedekat itu buat cerita satu sama lain, tapi kalau berkenan mbak mau baca ceritaku. Aku didiagnosa Major Depressive Disorder dan sampe sekarang masih konseling. Ada beberapa peristiwa yang jadi trigger buatku. Stigma dibilang aku kurang beriman, kurang bersyukur udah sering tak dengar, padahal ya aku cuma gatau cara menyalurkan perasaanku dan sering memendam sendiri. Aku lupa kalau aku manusia yang punya perasaan, dan sering gak punya nyali buat ungkapin perasaanku. Saat ini aku cuma selalu jaga kondisi ku dalam keadaan goodmood. Sungguh aku cuma perlu dimengerti tanpa perlu dihakimi saja mbak. Jadi makasih ya mbak udah sering berani ungkapin perasaan lewat tulisannya mbak. Aku juga tryin hard to do that“.
Bak tersambar petir pagi-pagi, saya mendapat pesan tersebut. Karena saya tau dia orang yang baik-baik saja dan beberapa waktu lalu sempat mengirim pesan juga kepada saya kalau dia senang melihatku “berceloteh” di Instagram story tentang persoalan pribadiku.
Beberapa penghakiman malah sering dilakukan oleh orang terdekat, bahkan sesama wanita. Sebenarnya mereka juga paham perasaan yang sedang kami rasakan, hanya mereka sedang menutupi kesedihan atau kesusahannya dengan cara menghakimi atau basa-basi yang dilontarkan kepada wanita lain.
Lantas bagaimana kita sebagai wanita saat ini menghadapi penghakiman atau basa-basi tersebut? Jawabannya, kenali dirimu sendiri. Semakin kamu mengenali dirimu sendiri, semakin dirimu mengetahui apa yang kamu butuhkan. Sehingga kamu tidak akan memperdulikan penghakiman- penghakiman pihak lain yang dirasa tidak ada kepentingannya dengan kehidupanmu. Kedua, lebih peka terhadap sekitar dan peduli kepada lingkungan. Beberapa wanita mengalami hal yang dirasakan teman saya, tetapi kita kurang peka atau peduli terhadap mereka. Mereka hanya butuh ditanya dan didengarkan, karena ada beberapa orang yang memang ketika tidak ditanya, mereka tidak akan bercerita.
Yuk, mulai peduli dengan sesama wanita! Semoga berasal dari kita dan lingkungan sekitar kita budaya basa-basi dan penghakiman berhenti. Lebih baik diam dari pada basa-basi yang menyakitkan hati.
Penulis adalah Jamaah Maiyah asal Sidoarjo yang berkecimpung dalam bidang pendidikan anak usia dini serta aktif menulis .Bisa disapa di akun instagram @sitaeliyas