Kolom Jamaah

PERBAIKAN TANPA ADA RALATAN

Ahmad Baharuddin Surya, Agst 2017

Dunia dan kehidupan adalah sebuah tantangan jasmani dan kerohanian. Gejolak batin dan lahiriah selalu beriringan dengan situasi maupun kondisi di sekeliling manusia. Kerohanian sangatlah berperan penting ketika hati tidak bisa menentukan arah tujuan panah meluncur ke tempat sasasaran. Ketika semua sasaran sudah dianggap tepat, barulah hati yang selalu mengarahkan mana baik dan buruk saat menju  tepat ke sasaran tersebut. Kadang orang berfikiran kalau sasaran pusat itu tidaklah terlalu penting, kadang juga ada orang  menganggap itu sangat penting, bahkan beberapa orang merasa itu sama sekali tidak penting. Dari situ orang dibuat berbeda karena sebuah prinsip kehidupan masing-masing. Apalagi tentang kehidupan yang mengenai pendidikan. Dengan semua analogi itu, lebih tepatnya apabila semua persoalan di titik beratkan tentang pendidikan. Pendidikan sudah menjadi barang kebiasaan bagi semua pemberdaya kemanusiaan. Karena hubungan manusia dan penidikan sangatlah kuat erat sambungannya. Beda lagi dengan soal pembelajaran, pembelajaran disampaikan dengan materi-materi yang sudah disiapkan dan telah tersusun secara sistematis  turun temurun. Pelaku pembelajaran seperti siswa dari tingkat bawah sampai ke maha yaitu mahasiswa. Maha dari siswa-siswa, yang tingkatannya sudah lebih tinggi dari tingkatan siswa. Sistem pemikirannya tentu saja berbeda. Apalagi dengan perilaku, sudah jelas berbeda. Perpaduan antara pemikiran dan perilaku saling mengikuti. Ketika pemikiran baik, maka otomatis perilaku pun mengikutinya dengan baik. Pembahasannya pun sudah berbeda lagi dengan siswa, biasanya pembahasan seputar anak kuliah adalah tentang ideologi dan idealisme, pokoknya yang mencangkup dengan intelektual. Ada yang berintelektual tinggi, ada yang sedang dan ada yang rendah. Bahkan ketika mereka sedang santai minum kopi bersama atau hanya sekadar kumpul diskusi, tidak menutup kemungkinan mereka membahas persoalan yang sedang dan yang rendah tadi. katanya  Kalau tidak berideologi berarti kurang berprinsip. Kalau tidak idealisme berarti kurang berfikir. Itu sih kata orang-orang. Bukan kata saya.

 

Soal Mahasiswa

Lingkungan sangatlah berperan penting bagi mahasiswa. Kalau bergaul dengan mahasiswa yang suka bermain game, secara tidak langsung kita dianggap anak yang kurang ideologis, kurang membaca. Kalau kita bergaul dengan anak yang kebiasaan setelah kuliah langsung pulang, justru kita dianggap anak yang kurang pergaulan atau mahasiswa kupu (Kuliah pulang). Kalau setiap harinya kita terbiasa kuliah rapat, ada lagi yang berpendapat kalau itu aktivis, entah itu aktivis ekstra kampus atau aktivis intra kampus.  Bahkan kebanyakan mereka mengikuti rapat itu pun tidak tahu rapat apa. Itulah kekuatan peran lingkungan. Semua anak digiring presepsinya dengan mengkuti anggapan-anggapan yang kurang semestinya. Pengendalian sosial ini perlu ditekankan kepada setiap mahasiswa. Pola pikir semacam ini seharusnya tidak perlu ada. Percayalah semua manusia pasti mempunyai prinsip yang berbeda-berbeda. Kalau tidak percaya, manusia sejak dari kecil sudah mempunyai prinsip untuk menata hidupnya sesuai dengan oposisi keadaan jiwa dan pikirannya.  Ada yang sadar, ada yang belum sadar, ada yang tidak sadar. Dari ketidak sadaran itu, mahasiswa bisa dikatakan sebagai makhluk mandiri, dilihat dari segi tingkah berpikirnya. Mahasiswa dilatih untuk berfikir secara kritis, tanggap, dan ahli dalam menanggapi persoalan-persoalan disekelilingnya. Mahasiswa dituntuk bisa berfikir secara rasional dan irasional.

Apa yang tidak bisa ditangkap secara akal, maka mahasiswa harus bisa menangkap itu secara irasional atau ketidak masuk akalan. Sebaliknya, apabila mahasiswa tidak bisa menangkap persoalan secara irasional, maka setidaknya persoalan tersebut dicari titik pusatnya yang berhubungan dengan logika. Permasalahannya, mahasiswa saat ini hanya dituntut untuk berifkir bagaimana kuliah mendapat IPK bagus, IPK tertinggi, tapi pemahaman secara subtansinya dihilangkan, sehingga mahasiswa kurang bisa berfikir secara mandiri. Cara penyampaian materi selalu ditekankan berbeda di dunia perkuliahan. Kuliah ini supaya nanti bekerja ini. Jurusan ini supaya nanti menjabat disini. Mahasiswa sudah hilang rasa kemurniannya. Sadar atau tidak sadar, kita dari kecil selalu diajarkan oleh guru kita peribahasa “ada udang di balik batu”. Setiap kebaikan atau perilaku pasti ada maksudnya. Mungkin Itulah salah satu yang menjadi permasalahan. Apakah setiap kebaikan pasti ada maksud tertentu. Kalau memang seperti itu, maka hilanglah keikhlasan orang berbuat baik, karena kesalah pahaman tentang ungkapan tersebut. Belum apa-apa orang sudah berfikir keburukan. Mahasiswa lebih cenderung berfikir untuk mengutamakan nilai dari pada hati. Padahal nilai hanyalah hasil dari perasaan hati. Hati mu ikhlas, hatimu jujur, hati juga bergantung pada fikiran, bila hati dan fikiranmu jernih, Insyaallah nilai atau hasil adalah imbalan dari prosesmu yang sudah berjuang.

Sebagai seorang mahasiswa, bisa dikatakan orang yang berintelektual tinggi. Kata berintelektual adalah tanggung jawab yang diamanahkan kepada semua Mahasiswa. Intelektual adalah orang yang berpengetahuan tinggi. Secara sikap orang berintelektual, tentunya tau bagaimana sikap yang harus diambil jika mengendalikan suatu permasalahan, baik itu di dalam dirinya sendiri ataupun di luar dirinya. Lebih sulit mengendalikan persoalan dari dalam, dibandingkan dari luar, karena ini soal lawan yang harus dihadapi. Kalau dari dalam musuhnya yaitu diri kita sendiri, sedangkan dari luar bisa kita kendalikan dengan mudah, sebab musuh yang dihadapi sangat jelas terlihat dan nampak, yaitu diri kita sendiri. Ada kunci untuk melawan semuanya, caranya dengan melatih ikhlas, sabar dan selalu beranggapan baik kepada sesama manusia.

 

Peran Mahasiswa

            Melihat pergolakan persoalan  negara seperti ini, peran dan tugas mahasiswa sangatlah diperlukan. Persoalan bangsa yang bertubi-tubi menghujani Indonesia merupakan tanda kalau Tuhan sangat mencintai dan menyayangi hamba-hamba nya. Karena dengan cobaan, manusia akan naik kelas dari kelas sebelumnya ke kelas yanglebih tinggi. Semoga Indonesia adalah negara yang di cintai Tuhan. Kita sebagai rakyat kecil hanya bisa menunggu, kapan kenaikan kelas itu akan datang. Hubungannya dengan mahasiswa yaitu Pemikiran-pemikiran mahasiswa sangat dibutuhkan, mengingat mahasiswa juga termasuk kelompok penggerak Nasional. Penggerak berarti mengarahkan suatu orang untuk bertindak, bangkit secara sadar dari titik awal ke titik selanjutnya. Bahasa lain bisa juga dibilang sebagai seorang pengingat. Namun manusia harus mempunyai kadar kepekaan rasa untuk mengatur tingkat kesadarannya. Mungkin bisa belajar dari sistem rumah tangga, ibu-ibu biasanya membuat skala prioritas yang berguna untuk mengatur segala pemasukan dan pengeluaran, namanya juga prioritas, mana yang harus dipentingkan, didahulukan dan mana yang harus di nomor duakan. Hubungannya dengan mahasiswa adalah, kita harus bisa menerapkan sistem skala prioritas tersebut dalam menyikapi persoalan-persoalan yang mengelilingi kita.

Apalagi sumber dari segala sumber persoalan ada kebanyakan dari media massa. Namanya juga berita, buatan manusia, tentunya masih belum tahu benar salahnya berita tersebut dimana. Mungkin juga ada yang ditambah bahkan dikurangi. Itulah sedikit peran dari seorang mahasiswa, harus tau mana persoalan yang semestinya harus ditanggapi, mana persoalan yang tidak semestinya ditanggapi, mana persoalan yang menjadi kewajiban kita untuk diselesaikan dan mana persoalan yang tidak menjadi kewajiban kita untuk diselesaikan. Sesimpel itu cara kita menanggapi sebuah persoalan sebelum masuk ke dalam titik permasalahan. Utamakan disekeliling kita, apa yang menjadi tanggung jawab kita selesaikan terlebih dahulu. Semua mahasiswa sebenarnya harus secara sadar sesadar-sadarnya dan paham sepaham-pahamnya mengetahui persoalan dalam lingkup sekitar, sebelum mereka menginjak ke lingkup yang lebih luas. Setelah mengetahui persoalan tersebut, barulah kita memasuki persoalan itu, karena tidak mungkin kita masuk ke persoalan tanpa melewati pintunya. Bagaikan rumah tanpa pintu, pasti banyak pencuri yang gampang memasukinya. Akan tetapi kita buat suatu persoalan itu secara linear. Persoalan tidak mungkin hanya satu sudut saja. Buat apa para ilmuan membuat banyak sudut tapi kita hanya menggunakan satu sudut. Persoalan bisa mudah jika persoalan itu kita lingkari dan harus disikapi dari berbagai sudut pandang, salah benar, baik buruk dan sebab akibat.

Orang membuat lingkaran tentunya dimulai dari satu titik, kemudian menyambung ke titik selanjutnya hingga membentuk suatu lingkaran. Kalau kita menyikapi persoalan atau permasalahan tersebut dengan melingkar, maka dengan sangat mudah menganalisis mana yang baik dan buruk permasalahan itu, kalau ada baik pasti ada buruk dan juga sebaliknya. Dengan kita mengetahui titik mula tersebut, nantinya akan mengetahui permasalahan itu berasal dari titik mana dan juga berakhir di titik mana. Tapi kebanyakan orang sekarang terlalu tergesa-gesa jika menanggapi permasalahan, kalau benar, kebenaran terus yang diungkap, tanpa melihat kesalahan. Kalau salah, diungkap terus kesalahannya tanpa memandang kebenarannya. Ayo mahasiswa, lebih objektif lagi untuk menilai. Boleh bertindak tapi harus punya kemandirian yang berprinsip. Jangan hanya ikut-ikutan dalam bertindak, karena itu akan membuat kamu sendiri yang rugi. Peran mahasiswa yang terpenting adalah kembali ke asalnya yaitu masyarakat. Mahasiswa mempunyai kontrol sosial yang sesungguhnya. Percuma kamu eksis di kampus, menjadi aktivis kampus, tapi ketika pulang ke masyarakat, kamu masih merasa asing. Lantas yang menjadi pertanyaan, lalu kamu kuliah buat apa, apakah kamu tidak diajarkan di organisasi-organisasi yang kamu ikuti, bahwasanya seberapa penting mahasiswa bagi masyarakat.

 

Perbaikan Dari Dalam

Kesadaran paling baik adalah kesadaran dari diri sendiri. Kemauan yang baik adalah kemauan dari dalam diri sendiri. Sebaik-baik orang adalah orang yang sadar akan kesalahan dan mau memperbaikinya. Sebelum melakukan perbaikan dari luar, alangkah baiknya melakukan perbaikan dari dalam dahulu. Yang namanya belajar memang tidak luput dari kesalahan, karena hidup itu tetang belajar, kalau sudah merasa benar, mending tidak perlu belajar. Kesalahan bisa menghantarkan kita pada kebenaran. Bagaimana kita tau kebenaran kalau tidak menemukan kesalahan terlebih dahulu. Berbicara mengenai kesalahan tentang mahasiswa, paling tepat yang harus diperbaiki adalah pemahaman tentang pendidikan. Pendidikan bukan hanya tentang belajar, para guru atau dosen harus bisa menjelaskan secara sistematis bagaimana pendidikan itu sebenarnya. Setelah mengetahui tentang pendidikan, dosen memberi pemahaman tentang belajar itu seperti apa. Dalam belajar meliputi apa saja yang harus jadi pemahaman. Kemudian baru perbaikan dari segi konsep pendidikannya. Dalam  penilaian yang semestinya, haruslah bersifat objektif dan real. Kesadaran yang semestinya perlu di tingkatkan, memang sepele, tapi itu bisa dibuat bahan belajar bagi para mahasiswa dan tenaga pendidik di lingkup akademik.

Tipe mahasiswa sangat bermacam-macam, ada yang anak organisasi, ada yang tidak mau ikut organisasi dengan alasan tidak mau terikat oleh siapapun, ada lagi yang ikut organisasi hanya untuk mencari eksistensi semata. Ciri khas seperti itu sangat lumrah di kalangan mahasiswa. Namun kebanyakan dari mahasiswa lain sering berfikiran berbeda. Ada yang menganggap baik ada pula yang menganggap buruk. Ada juga anak yang lebih senang mengikuti kegiatan diluar kampus dari pada di dalam kampus, entah itu mengikuti komunitas atau organisas-organisasi yang selain dalam lingkup kampus. Sebagai seorang mahasiswa harus terbiasa berfikir jernih, bahwasanya setiap manusia mempunyai pemikiran dan pendapat yang berbeda-beda. Sikap seperti itu tidak ada yang salah. Tolong semua mahasiswa disadari, manusia sudah diberi anugerah kemerdekaan masing-masing. Tapi manusia itu sendiri yang merelakan kemerdekaannya diambil oleh orang lain. Dengan kemerdekaan juga manusia akan lebih mengenal batas-batasnya. Sebab jika manusia sudah melewati batasnya, manusia tersebut akan hancur dihancurkan dirinya sendiri.

Dilingkungan kampus pun, khususnya para akademis kampus maupun yang berada di organisasi intra kampus. Seharusnya lebih mampu mendidik para mahasiswa untuk belajar yang semestinya. Bagaimana cara menyikapi sistem belajar dan mendidik. Harus dilihat dulu bagaimana esensi dari mendidik dan belajar. Jangan membuat kesalahan yang nantinya akan memunculkan kesalahan terus menerus. Bahkan bisa memungkinkan lebih parah. Saya menulis ini bukan saya sok-sok an atau pintar sendiri, tapi saya menulis ini hanya ingin mengapresiasikan apa yang ada di pikiran saya. bukan menyalahkan siapapun dan bukan membenarkan siapapun. Ayo kita sadarkan diri kita sendiri. Diperbaiki secara perlahan-lahan. Nantinya kita tidak salah kaprah dalam mengartikan segala sesuatu.

 

Ahmad Baharuddin Surya,

 

 

Penulis : Ahmad Baharuddin Surya, sekarang ia berkuliah di Universitas Negeri Surabaya (UNESA) jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Masih menempuh semester tiga. Asalnya dari kota Lamongan. Penggiat Maiyah. Dia juga merupakan jurnalis LPK GEMA UNESA.