Kolom Jamaah

Perempuan dan Intrik Perjuangan Kesetaraan yang Digaungkan

Oleh: Imroah

April merupakan momentum para perempuan untuk menyuarakan pendapat. Hal itu didasari dari perjuangan R.A Kartini yang banyak diyakini mewakili suara kaum perempuan untuk mendapatkan keadilan dan kesetaraan. Pertanyaan yang muncul hari ini adalah apakah benar perempuan semarginal itu dan perlu diperjuangkan kesetaraannya secara masif? Dan, apakah itu adalah perjuangan R.A Kartini?

Perlu diingat, saya tidak mewakili perempuan dan laki-laki, namun saya ingin menuliskan dengan apa adanya tanpa memandang rendah perjuangan kawan-kawan yang sedang mengangkat isu perempuan. Pun, tidak serta-merta membela mereka yang getol menyuarakan penolakan atas perjuangan tersebut.

Sebenarnya perjuangan dalam paham feminisme ini ada baik dan buruknya, tergantung dari mana seseorang memotret dan menyuarakan atas dua hal tersebut. Saya tidak akan menuliskan tentang kebaikan dan keburukan secara detail karena sudah banyak kajian yang dilakukan oleh mereka yang  ahli di bidangnya. Saya hanya memungut sisa-sisa sampah yang tercecer dan dibuang oleh para punggawa pejuang maupun pemberontak paham feminisme.

Dalam hal ini, pengaruh media sangat besar terhadap cara pandang dan sudut pemotretan pro maupun kontra perjuangan perempuan dalam menuntut kesetaraan. Boleh dibilang terkadang kita hanya membeo tetang sebuah hal yang sebenarnya tidak kita ketahui sejarahnya. Baik apa, siapa, mengapa, kapan, di mana, dan bagaimana. Ini yang sering menjadi persoalan sehingga tidak melihat sebuah peristiwa dengan apa adanya. Saya mewanti-wanti untuk tidak salah sangka terhadap apa yang tertulis dalam beberapa perspektif di bawah ini. Karena perspektif merupakan kumpulan kecil dari pandangan yang masuk dan dikumpulkan baik dari dalam diri maupun dari luar diri oleh seseorang.

Kembali lagi pada topik yang akan kita bahas. Saya akan menyoal tentang perjuangan menuntut kesetaraan dalam hal kodrat dan iradat sebagai perempuan terutama beberapa ungkapan yang dituangkan dalam Al-Qur’an.

Secara bahasa, KBBI mengartikan kodrat dengan “kekuasaan (Tuhan), hukum (alam), dan sifat asli”. Sedangkan Iradat adalah “kehendak (Tuhan)”. Hal ini tidak bertentangan dengan Al-Qur’an surah Al-Hujurat: 13 yang berbunyi, “Wahai manusia! Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (terdiri) dari laki-laki dan perempuan dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang termulia di antara kamu adalah yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Melihat.”

Pada ayat itu terdapat kandungan kodrat dan iradat yang menurut pandangan saya sangat mencolok. Pertama, kodrat manusia dengan kehendak Tuhan yang mejadikan perbedaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Kedua, iradatnya meliputi ketetapan dilahirkannya kita pada suku atau bangsa yang berbeda. Lalu bagaimana korelasi dengan kesetaraan?

Kodrat sudah pasti dan tidak perlu diperdebatkan lagi karena sebuah kekuasaan mutlak. Sedangkan untuk iradat, ada indikasi bahwa Tuhan menjadikan perbedaan yang disimbolkan dengan “berbangsa-bangsa dan bersuku-suku” untuk saling mengenal adalah bentuk peran sosial ataupun budaya yang saat ini dikenal dengan istilah gender. Gender merupakan fungsi dan peran sosial laki-laki maupun perempuan dalam lingkungan masyarakat. Seharusnya masalah kesetaraan gender ini sudah selesai sejak Islam diturunkan. Persoalan ketidaksetaraan adalah tentang ketakwaan.

Sejak lima belas abad yang lalu ketika Islam diturunkan, saya menyakini bahwa dakwah Nabi Muhammad saw. salah satunya adalah untuk menghapus kezaliman terhadap perempuan pada zaman Jahiliyah. Saya meyakini bahwa Nabi Muhammad saw. menikah lebih dari satu perempuan tidak lain untuk memerdekakan kaum perempuan, bukan karena nafsu. Bahkan secara radikal saya juga meyakini bahwa menikahi lebih dari satu perempuan merupakan dakwah penyetaraan antara laki-laki dan perempuan. Perjuangan Nabi Muhammad saw. salah satunya dengan menaruh jabatan sebagai Rasul dengan mengesampingkan “harga diri” di depan manusia untuk meninggikan harga diri perempuan dalam tataran masyarakat.

Ini secara eksplisit tersirat dalam Al-Qur’an surah An-Nahl: 58–59 yang berbunyi, “Tatkala diberitakan kepada seorang di antara mereka tentang kelahiran anak perempuan, wajahnya cemberut menahan sedih. Ia bersembunyi dari orang banyak disebabkan buruknya berita yang diterimanya; boleh jadi dia akan memeliharanya dengan penuh hina atau menguburkannya (hidup-hidup). Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.”

Kalau boleh jujur, ketika menjawab apakah benar perempuan semarginal itu dan perlu diperjuangkan kesetaraannya secara masif, jawaban saya adalah tidak. Perempuan dan laki-laki mempunyai hak yang sama untuk melakukan tugas sesuai yang diperintahkan Tuhan untuk menjadi seorang khalifah. Tidak perlu lagi diperjuangkan semasif itu ketika setiap orang bisa menerima iradat Tuhan. Masalahnya sekarang, banyak yang tidak bisa menerima iradat dan justru ingin menjadi iradat orang lain.

Pertanyaan selanjutnya, apakah itu adalah perjuangan R.A Kartini? Menurut saya ini adalah bentuk ketidakadilan sejarah dan bentuk ketidaksetaraan penghormatan terhadap tokoh yang berjuang untuk perempuan. Jika secara seksama membaca sirah Nabi Muhammad saw., masih mungkinkah R.A Kartini dijadikan simbol perjuangan perempuan? Setarakah dengan perjuangan Nabi Muhammad saw. yang menaruhkan “harga diri” di depan manusia untuk memperjuangkan harga diri perempuan? Jika memang Anda ingin memperjuangkan atau menggugat kesetaraan, Anda harus adil sejak dalam pikiran.

Lahir di kediri, bekerja sebagai buruh pendidikan di taman kanak-kanak.

Leave a Reply

Your email address will not be published.