Berita

Profesor Doktor Yang Menyimpan Rapi Gelar dan Kepakarannya

Obituari

Oleh: Rio NS

Profesor Doktor Yang Menyimpan Rapi Gelar dan Kepakarannya

Catatan Duka Untuk Mbah Fuad

“Ada sebuah cerita tentang kasak kusuk dan kerisauan sekelompok tikus karena datangnya seekor kucing yang mengancam kehidupan mereka. Singkat kata…tak terjadi kesepakatan tentang siapa yang berani memasang kalung berlonceng di leher sang kucing”

 

Cerita itu terus terngiang di telinga saya dan menjadi pengingat ketika gelegak marah meluap menyaksikan keadaan negara dan pemerintah yang kian centang perenang. Fabel sederhana tersebut disampaikan secara lisan oleh Mbah Fuad di satu pagi yang tenang di rumah beliau yang sederhana dengan tumpukan buku layaknya sebuah perpustakaan.

Mbah Fuad memang menjadikan rumahnya sebagai sebuah hiposentrum bagi berbagai kegiatan pembelajaran. Fokus utamanya memang Bahasa Arab; sebuah disiplin ilmu yang dicintai sekaligus dikuasainya sejak mondok di Gontor, menyelesaikan gelar kesarjanaan di IAIN Sunan Kali Jaga, menjadi pengajar dan Ketua Jurusan di IKIP Malang (sekarang Univeristas Negeri Malang) hingga diangkatnya beliau menjadi salah satu dari 9 dewan pakar Bahasa Aran pada sebuah lembaga yang dibentuk oleh Kerajaan Saudi Arabia.

Namun teramat salah bila menganggap rupa-rupa kegiatan di Perumahan Landungsari Asri itu hanya berkutat pada “sekadar” pembelajaran Bahasa Arab. Pembelajaran Al Qur’an melalui methode Taddabur, penerbitan, kajian agama islam tentang problematika keseharian, bakti sosial, media pertemuan anggota KAHMI Malang, TPQ bagi anak-anak dan sejumlah kegiatan lainnya telah berjalan melampaui rentang waktu minimal untuk bisa disebut sebagai konsisten dan berkelanjutan.

Konsistensi ini pula yang melekat kuat di karakter dan penampilan Mbah Fuad. Beliau jauh dari bayangan seorang kyai yang mengenakan jubah dan ubel-ubel kepala yang menyilaukan. Bersahaja dan apa adanya, seperti senyumnya yang selalu terkembang dalam ekspresi datar yang menunjukkan kematangan sikap dan wawasan. Tidak seperti Mbah Nun yang cenderung ekspresif, Mbah Fuad menjalin komunikasi dengan siapa saja pada standard komunikasi yang sama, roman muka dan reaksi yang sama serta tangan terbuka dan keikhlasan yang sama.

Expertise beliau dalam Bahasa Arab tidak memerlukan keraguan dan kesanksian lagi. Namun uniknya, tak sedikitpun tersimpan hasrat beliau untuk mengabadikan kepiawaian akademis ini ke dalam bentuk penyematan gelar dan kepangkatan. Mungkin ini pilhan yang terbilang aneh bagi banyak kalangan saat mana berribu orang mendambakan tercantumnya titel Profesor dan doktor di depan namanya, beliau abai dan memilih menyengajakan diri untuk terus berkhidmat dengan mendatangi secara fisik rutinan Padang mBulan.

Yups! Bagi saya, hadirnya beliau ke Ndalem Menturo, rumah dimana Mbah Fuad dilahirkan dan menghabiskan masa kecilnya, adalah keistimewaan kesekian. Perjalanan Malang-Jombang mungkin tidak perlu dipersoalkan tetapi bepergian setiap bulan untuk hadir dan mengikuti acara yang dimulai bakda isya hingga fajar menjelang dengan fasilitas “seadanya” di sebuah ruang terbuka dimana hadirinnya datang dari sebaran usia dan latar belakang yang sungguh beragam adalah point yang untuk itu kita layak angkat topi. Catatn berhuruf tebal berikutnya adalah: beliau dalam kategori usia yang teramat jauh dari remaja belia!

Jum’at Legi 27 Jumadil Akhir di pagi yang dibayangi mendung tanpa hujan, kabar kepergian Mbah Yai Haji Ahmad Fuad Effendy masuk ke dinding warta perangkat seluler saya. Setelah sakit cukup lama yang tak sekalipun terlihat dari senyum bersahajanya kemudian sembuh dan langsung bergiat kembali di ranah yang beliau mampu, Allah putuskan untuk nimbali Mbah Fuad. Nampaknya, Jonggring Saloka lebih memerlukan kepakaran Mbah Fuad ketimbang kita-kita yang masih asyik di pusaran masalah yang itu-itu saja. Sugeng tindak, Mbah Fuad. Teladan kesederhanaan, kegigihan meraih tujuan, tiada henti belajar dan menekuni kompetensi adalah warisan berjuta makna dari panjenengan yang mesti kami terus tumbuh-suburkan.

—oOo—

Penulis adalah, penggiat BangbangWetan yang menemukan keseimbangan diri pada musik rock dan sastra. Bisa disapa melalui akun Facebook: N Prio Sanyoto.

Leave a Reply

Your email address will not be published.