Reportase

Reportase KC United Nation of Nusantara

Tadarus Surat Al Hujurat dibacakan bersama-sama secara tartil mengawali Kenduri Cinta edisi September kali ini. Seperti yang sudah disepakati bersama oleh para penggiat di forum-forum Maiyah lainnya; Padhang Mbulan, Kenduri Cinta, Bangbang Wetan, Mocopat Syafaat, Juguran Syafaat dan Gambang Syafaat bahwa tadarrus Al Qur’an secara tartil dan terpimpin kemudian dilengkapi dengan 3 jenis wirid; Hasbunallah, Padhang Mbulan dan Shohibu Baitiy dalam format pembukaan forum Maiyahan setiap bulannya.

Tepat pukul 20.00 Wib Kenduri Cinta dimulai, jama’ah yang sudah hadir tampak khusyuk melingkar bersama di shaf terdepan, bertadarrus bersama, bersholawat bersama, bermunajat bersama untuk kebaikan bersama dalam mengawali Kenduri Cinta malam itu.

Setelah tadarrus Al Qur’an dan membaca beberapa wirid yang sudah disepakati sebelumnya, Ibrahim mengolah mukaddimah Kenduri Cinta dengan format yang sedikit berbeda dari sebelumnya. Jika sebelumnya jama’ah yang hadir lebih dahulu menyimak pemaparan dari penggiat Kenduri Cinta tentang tema yang diangkat, kali ini Ibrahim mengajak jama’ah yang sudah hadir untuk terlebih dahulu memaparkan pemikirannya yang terlintas pertama kali ketika membaca tema “United Nations of Nusantara” yang diangkat oleh Kenduri Cinta kali ini.

Salah seorang jama’ah dari Aceh, Adi Al-Kautsar yang sudah datang ke Kenduri Cinta ketiga kalinya mengatakan bahwa bisa jadi dengan mengganti nama Indonesia menjadi Nusantara mungkin adalah salah satu solusi untuk menghapus hutang luar negeri Indonesia yang semakin tahun semakin bertambah. Menanggapi soal hutang luar negeri, Eko Tan, jamaah asal Jakarta memberikan informasi yang dia dapatkan bahwa di Swiss, Indonesia memiliki simpanan uang dan emas batangan yang cukup banyak yang konon dulu dipersiapkan oleh Soekarno disaat masih memimpin Indonesia. Sehingga menurut Eko, sangat logis koruptor di Indonesia semakin banyak karena mereka tahu betapa banyaknya kekayaan yang dimiliki oleh Indonesia. Sehingga menurut Eko, tinggal bagaimana pemerintah mengambil kembali harta tersebut. Ibrahim kemudian melemparkan pertanyaan begaimana mungkin kita mengambil harta-harta yang ada di luar negeri, sedangkan harta yang ada di dalam negeri justru diambil oleh negara lain.

Ali, dari Pasar Minggu memaparkan dari tema yang diangkat Kenduri CInta kali ini bahwa solusi yang bisa dilakukan adalah beberapa masyarakat yang merasa tidak setuju dengan pemerintah yang ada saat ini kemudian berkumpul di sebuah pulau yang masih berada di wilayah teritorial yang sama di Indonesia untuk kemudian membangun sebuah negara kecil yang baru dengan sistem yang baru, namun cara ini tentu akan sangat diidentikan dengan makar.

Ibrahim menambahkan bahwa suku di Indonesia ini jumlahnya sangat banyak, apalagi jika dibandingkan dengan negara-negara di Timur Tengah yang ternyata hanya ada satu suku, yaitu suku Arab. Sehingga Indonesia membutuhkan sebuah formula yang berbeda dari negara Timur Tengah.

Hesti, salah seorang jama’ah yang mengakui datang pertama kali ke Kenduri Cinta kali ini, “United Nations of Nusantara” menurutnya bahwa Indonesia ini sudah sangat plural, sehingga menurutnya apabila ada yang berfikir untuk menolak untuk menjadi berbeda, maka dirinya menolak untuk menjadi dirinya sendiri. Karena menurut Hesti, sejatinya bangsa Indonesia ini memang berbeda-beda sehingga tidak semestinya kita tidak menolak sebuah perbedaan satu sama lain. Di Indonesia sangat dibutuhkan sebuah pengetahuan yang memberikan informasi tentang bagaimana bentuk ibadah dari setiap agama-agama yang ada di Indonesia sehingga ketika seorang anak menginjak usia dewasa dia tidak kaget dengan berbagai macam bentuk agama yang ada. Yang terjadi saat ini, bahkan di Islam sendiri terjadi pemisahan-pemisahan yang kemudian mengerucut pada kondisi perpecahan internal di Islam sendiri. Dan hal ini tentu perlu pengkajian yang lebih mendalam juga, apakah di agama yang lain juga terjadi hal yang serupa atau tidak.

Saiful Anwar dari Gunung Kidul merespon pemaparan Hesti, bahwa masalah perbedaan memang harus kita terima. Seperti dalam ilmu kelistrikan, energi listrik saja muncul akibat dari dua sumber yang berbeda, yaitu negatif dan positif. Dari energi listrik saja masih bisa menghasilkan output yang berbeda pula menjadi energyi gerak, energi panas dan yang lainnya. Yang kita butuhkan saat ini adalah bagaimana cara kita mensikapi perbedaan itu sendiri.

Adi Pujo, penggiat Kenduri Cinta ikut urun tanggapan dengan melemparkan sebuah pertanyaan, apakah dari dulu kita sebetulnya sudah menjadi sebuah “united” atau belum?. Atau memang dari dulu kondisi kita memang terpecah belah sehingga kita membutuhkan formula baru untuk menjadikan kita “united”. Adi Pujo menambahkan, bahwa mungkin pada zaman dahulu sepertinya toleransi antar satu sama lain sudah cukup besar sehingga tidak kita lihat sebuah perpecahan yang bermuara pada kehancuran Nusantara, karena apabila tidak ada rasa toleransi antar satu sama lain sangat tidak mungkin bangsa ini dipersatukan. Adi Pujo mencontohkan proses lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928. Bagaimana proses munculnya Sumpah Pemuda ini justru jauh sebelum Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan masih berada dibawah jajahan Belanda. Dari satu peristiwa ini saja kita bisa mengidentifikasi bahwa sejatinya bangsa ini sudah “united” sejak dulu, karena mudah disatukan.

Farid, putra Alm. Mbah Surip kemudian tampil keatas panggung menghibur jama’ah yang sudah hadir untuk mengantarkan forum memasuki diskusi sesi pertama.

Leave a Reply

Your email address will not be published.