Reportase

Reportase KC United Nation of Nusantara

Sesi Ketiga

Cak Nun kemudian merangkum semua apa yang sudah dipaparkan oleh para narasumber dan jama’ah yang sudha berpartisipasi dalam diskusi sebelumnya.

“Tuhan itu menciptakan jodoh, jadi kalau anda berbuat baik jodohnya adalah berkah, kalau anda berbuat dhzolim jodohnya adalah adzab. Jangan gampang melakukan keburukan karena nanti akan ketemu jodohnya. Anda juga jangan pernah merasa sombong, merasa menang, jangan merasa sudah beres, karena setiap yang anda alami setiap hari akan ketemu jodohnya. Jadi mari kita detail dalam setiap yang kita lakukan karena dia akan berjodoh. Karena jodoh adalah perimbangan atau penyeimbang”, lanjut Cak Nun.

Dalam Al Qur’an terdapat ayat waman ya’mal mitsqolla dzarrotin khoiron yaroohu, waman ya’mal mitsqolla dzarrotin sarron yaroohu. Dalam istilah Jawa terdapat analogi ngunduh wohing pakarti atau jer basuki mawa bea. Dan ada banyak lagi istilah-istilah serupa dalam bahasa yang lain. Apabila menggunakan istilah Jawa jer basuki mawa bea, Cak Nun menjelaskan bahwa yang terjadi di Kenduri Cinta ini adalah mawa bea jer basuki. Karena jama’ah yang datang di forum Kenduri Cinta sudah membayar kepada Allah dengan keikhlasan, datang ke Kenduri Cinta untuk kerinduan yang sama. Maka apabila menggunakan prinsip jodoh tadi maka yang harus kita pupuk sekarang adalah keyakinan bahwa semua pengorbanan ini akan dipertemukan jodohnya. Bisa saja jodohnya adalah kemudahan dalam hidup, menemukan solusi ketika dipertemukan dengan sebuah masalah. Namun jangan mencari kemudahan di Kenduri Cinta, karena kemudahan itu merupakan imbalan yang merupakan hak prerogatif Allah kepada kita. “Jadi, janjinya Tuhan jangan dijanjikan janjinya manusia”, lanjut Cak Nun.

Cak Nun kemudian bercerita awal mula melakukan pertemuan dengan rakyat, yaitu sekitar tahun 1972. Sedangkan bersama KiaiKanjeng dimulai sejak tahun 1996. “Yang saya syukuri adalah saya tidak pernah menagih apa-apa, tidak pernah berharap apa-apa, tidak pernah menuntut apa-apa. Saya tidak pernah bertransaksi untuk hal ini”, lanjut Cak Nun.

Cak Nun mengingatkan bahwa dalam kehidupan manusia diajari bagaimana menyusun kepingan-kepingan puzzle kenikmatan dan penderitaan. Apabila detik ini kita mendapatkan uang 100 ribu, maka kita harus mampu mengolahnya untuk menimati uang tersebut. Meskipun pada detik selanjutnya kita boleh bercita-cita untuk mendapatkan uang sebanyak satu juta. Tetapi pada saat kita mendapatkan 100 ribu, kita jangan memaksakan diri untuk berkhayal menikmati uang satu juta karena yang akan terjadi adalah justru keburukan, uang 100 ribu rasanya tidak enak dan uang satu juta tidak dapat dirasakan karena uang yang dimiliki memang hanya 100 ribu. Jika sedang menikmati tempe jangan berkhayal sedang menikmati sop buntut.

“Penderitaan itu anda perlukan. Tidak ada bayi yang lahir tanpa penderitaan ibunya”, lanjut Cak Nun. Bahwa semua yang dirasakan oleh manusia sejatinya manusia memiliki sedikit hak untuk menentukan, meskipun tetap Allah lah yang memiliki hak yang lebih banyak. Semakin kita serung mengeluh, semakin kita akrab dengan penderitaan.

Cak Nun kemudian bercerita pengalaman keluarga dimana Ibunya merupakan orang yang sangat dermawan. Seorang Ibu yang mendidik Cak Nun dalam kesederhanaan. Inti dari cerita yang disampaikan Cak Nun adalah pentingnya Ibu sebagai motivasi dalam hidup. Cak Nun kemudian bercerita bagaimana menyelesaikan studi SMA karena demi Ibu. “Kalau ibu yang harus saya bela, saya harus disuruh apapun saya mau. Saya malu kayak apapun saya mau, saya kehilangan martabat saya mau. Saya kehilangan apapun, saya mau”, ungkap Cak Nun.

Kita harus mampu merubah cara berfikir kita. Setiap orang memiliki kebenarannya masing-masing sepanjang ia tidak dibenturkan dengan kebenaran orang lain. “Orang Jawa harus jadi orang Jawa, orang Sunda harus jadi orang Sunda. Jangan menjadi orang lain”, tegas Cak Nun. Seperti halnya dalam makanan gado-gado, semua elemen dalam makanan tersebut penting dan harus menjadi dirinya sendiri. Tidak akan enak gado-gado yang dibikin dari kacang yang bukan kacang yang asli. Begitu juga kubis, lontong, tauge, dan sebagainya. Apabila yang digunakan bukan yang sebenarnya, maka gado-gado menjadi tidak enak. Begitu juga dengan Indonesia, bahwa ada Jawa, Sunda, Batak, Betawi, Bugis dan sebagainya itu merupakan elemen yang saling melengkapi satu sama lain. Jangan sampai ada konflik antara satu dengan yang lainnya, merasa lebih unggul antara satu dan yang lainnya.

Wardi SH. kemudian menjelaskan tentang Bhinneka Tunggal Ika. Istilah ini berasal dari Kitab Sutasoma. Bhinneka artinya beraneka ragam, sedangkan Tunggal maksudnya adalah padu dan tidak bisa dipisahkan. Sedangkan Ika maksudnya adalah menjadi satu. Sehingga Bhinneka Tunggal Ika maksudnya adalah berbeda-beda namun tetap satu.

“Kalau kepada Allah itu 100%, tetapi kepada ilmu yang baru anda temukan anda tidak boleh 100%. Seluruh yang saya ketahui mengenai apa yang saya yakini benar itu belum tentu benar. Jadi saya tidak akan mempertahankan apa yang saya yakini benar, karena saya mungkin akan mendapatkan kebenaran yang lebih tinggi lagi”, Cak Nun mengingatkan agar jama’ah jangan terlalu keras mempertahankan apapun tentang ilmu pengetahuan. Karena sejatinya hanya Allah yang memiliki hak 100% untuk menentukan kebenaran suatu ilmu. Cak Nun juga menegaskan bahwa apa yang sudah dipaparkan oleh para narasumber tidak harus disepakati bersama di forum Kenduri Cinta kali ini.

Menurut Cak Nun, pertentangan itu boleh didramatisir, karena pada saatnya nanti kita akan menemukan kesepakatan-kesepakatan yang baru. Dan terkait ilmu apapun, setiap orang boleh memiliki tafsiran masing-masing karena itu merupakan hasil dari ijtihad pribadi masing-masing dan merupakan kebenaran pribadi masing-masing. Seperti halnya perdebatan tentang bagaimana bunyi kokok ayam dimana setiap orang memiliki tafsiran yang berbeda padahal kokok ayam yang benar adalah yang keluar dari mulut ayam itu sendiri.

Cak Nun mengajak jama’ah untuk lebih memaknai Adzan dalam setiap waktu sholat. Kalimat “Allahu Akbar” merupakan kalimat representasi kekaguman manusia atas semua ciptaan Allah. Karena apabila kita sudah menemukan ketakjuban atas Allah maka hidup kita akan mengalami hal yang berbeda, dan kita tidak akan kagum atas hal-hal yang sekunder di dunia ini. Maka ketika mendengar Adzan sebaiknya kita memanfaatkannya untuk memasuki ruang ketakjuban atas semua yang Alalh ciptakan di dunia ini. Ketika kita mendengar muadzin mengucapkan “Allahu Akbar”, maka sebaiknya kita pula melafalkan kalimat tersebut, minimal dalam hati kita sembari mensyukuri ketakjuban-ketakjuban yang sudah Allah perlihatkan kepada kita.

Kalimat syahadat dalam Adzan itu sendiri merupakan penegasan ketakjuban diri kita kepada Allah. Dan kita harus memahami bahwa syahadat merupakan persyaratan administrasi kita dalam persaksian terhadap Allah, karena kita hidup setelah zaman Nabi Muhammad SAW maka syahadat yang harus kita ucapkan merupakan kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah (Rasulullah).

Setelah kita melegitimasi ketakjuban dan kesaksian kepada Allah, maka kalimat Hayya ‘Ala-sh-Sholaah merupakan kalimat resepsi percintaan antara manusia dengan Allah. Setelah itu manusia memiliki hak untuk menuju kemenangan seperti yang tersirat dalam kalimat Hayya ‘Ala-l-Falaah. Karena manusia sudah melaksanakan kewajibannya sebagai hamba Allah dengan melaksanakan sholat, maka hak-nya sebagai hamba adalah kemenangan. Pada dimensi selanjutnya, manusia menyambut ketakjuban kedua dengan kalimat “Allahu Akbar” setelah manusia itu mencapai kemenangan yang sejati.

Di puncak acara Cak Nun mengingatkan bahwa jama’ah untuk tidak taat kepada Cak Nun. Bahwa yang harus ditaati di dunia ini adalah Allah. Soal mentaati Allah melalui wacana yang diberikan oleh Cak Nun itu merupakan sebuah pilihan masing-masing setiap jama’ah maiyah sendiri. Karena Maiyah hanyalah salah satu jalan untuk mencapai ketaatan kepada Tuhan. Dan Maiyah sendiri merupakan sebuah elemen yang sangat cair dimana setiap jama’ah berhak mengambil keputusan sendiri, karena sejatinya manusia lahir sendiri dan akan mati juga dalam keadaan sendiri. “Saya ingin tegaskan kepada anda, bukan hanya anda tidak harus taat, kalau perlu anda tidak boleh taat kepada saya,” tegas Cak Nun.

Kenduri Cinta edisi September 2014 dipuncaki dengan menyanyikan bersama “Padamu Negeri” dan do’a bersama yang dipimpin oleh Cak Nun. Red KC/Fahmi Agustian

Leave a Reply

Your email address will not be published.