Sajak-sajak Julak Imam-2

Oleh: Imam Bukhari
Sampai Kapan
Aku hirup dalam dalam udara penuh virus
Aku hisap berbatang batang kretek tak kunjung mampus
Ngakak tertawa di langit, cukup sembilan biji cukong
Di atas dua ratus lima puluh juta butir kepala yang kosong
Dua ratus lima puluh juta butir kepala
Diperintah sabar diam saja di rumah
Karena kompensasi adalah dongeng bagi cecunguk
Kata sabar adalah lendir ingus hidung sang Petruk
Sampai kapan drama kematian diakhiri
Sampai kapan sekolah bukan mainan dimulai
Sampai tangan tangan sembilan biji cukong dimutilasi
Sampai dunia batal sisakan dua gen yang merasa paling suci
Mari lugas saja kita saling damai atau bunuh
Hari hari sudah sedemikian saling tikam brubuh
Tak usah ragu, takut itu pengecut
Tertunda atau kontan tetap dijemput maut
Godean: Ahad, 25 Juli 2021
: Sesenggukan
Jadikan anak hamba manusia mulia
Rajin sedekah alif ba’ ta’ tsa’
Demikian do’a ibu mendengung di ingatan
Aku membuang bimbang
Bahwa di ujung nyala lilin
Keriputnya mengajarkan rahasia aliif laam miim
Saat kembali pulang menatap ibu tersayang
Tak terbendung sesenggukan seperti akan kehilangan
Desa Hamparaya – Kecamatan Batumandi, 04 Juli 2010
Brengsek
Tungku musti tetap kepulkan asap
Tapi kayu bakar susah dicari
Tabung tabung gas melambung jauh dari harap
Kumuh rumah mengundang hutang tanpa permisi
“Bener nih, masih ada pemerintah?”
“Yang datang tak basa basi sekedar sapa?”
“Tenang bro, aku masih punya harta”
“Dalam lambung gunung yang tersimpan batubara”
Jelas sudah, punya kami itu warisan pusaka
Buyut kami berabad abad memilikinya
Tapi baru kemarin sore datang manusia Jakarta
Pagi hari kami seketika jadi makhluk buruk rupa
Rabu, 30 Desember 2015
—oOo—
Terlahir di Surabaya dengan nama Imam Bukhari, Julak Imam adalah penggiat sastra yang melintasi jarak Surabaya, Kalimantan Selatan hingga Yogyakarta. Sambil menunggu selesainya buku kumpulan karya esai dan cerpen, antologi puisinya sudah diterbitkan. Pernah menjadi jurnalis di beberapa media cetak, saat ini Imam berfokus pada warung kopi yang ikut terimbas global pandemi