Reportase

Tadabburan Di Sini, Saat Ini

TADABBURAN BBW APRIL 2016

Reportase Bangbang Wetan April 2016

RASA GERAH yang terasa di sekitaran Balai Pemuda, Surabaya, tak mengurangi keantusiasan jama’ah untuk datang dan duduk “melingkar” dalam naungan terop yang sudah disiapkan para penggiat sejak siang.  Sesaat setelah selesai dilantunkannya ayat-ayat Al-Qur’an dan sholawat, band Fonempsy, sebuah grup musik asal Surabaya yang lebih concern menyanyikan lagu-lagu indie, mulai menghibur jama’ah Bangbang Wetan yang mayoritas (menurut data kuesioner) didominasi 90% laki-laki. Dua lagu pembuka yang dibawakan sudah cukup untuk “membangunkan” jama’ah yang banyak terlihat mengipas-ngipaskan Buletin Maiyah Jatim untuk mengusir rasa gerah.

Tak seperti biasanya, malam itu penggiat Bangbang Wetan terlihat lebih banyak di atas panggung. Mereka adalah perwakilan dari masing-masing koordinasi di dalam ISIM Bangbang Wetan. Sedianya, mereka akan berdialog dengan jama’ah yang pada bulan Februari 2016 lalu sudah dimintai pendapatnya tentang Bangbang Wetan melalui kuesioner.

Mas Amin dan mas Rio kemudian memoderatori 4 jama’ah untuk mengeluarkan segala uneg-uneg tentang Bangbang Wetan yang ingin mereka sampaikan. Dalam hal ini, uneg-uneg berfungsi sebagai kritik yang membangun. Uneg-uneg disampaikan dengan penuh kecintaan yang bertujuan untuk memperbaiki dan melengkapi apapun kekurangan yang masih terjadi dalam pelaksanaan forum Bangbang Wetan maupun endapan-endapannya.

Laporan Hasil Olah Kuesioner
Mengawali laporan, mas Ahid sebagai salah satu perwakilan menceritakan kembali awal mula keterlibatannya dalam Bangbang Wetan. Pintu masuknya adalah alm. pak Mitro sekitar 7-8 tahun lalu. Sebelum adanya ISIM, Bangbang Wetan hanya diisi oleh segelintir orang saja. Semenjak sore, segelintir orang ini sudah bergerak demi lancarnya forum Bangbang Wetan dalam tiap bulannya. Tanpa komando, mereka ikhlas dan beristiqomah dalam perannya masing-masing.

Menyambung tema, menurut pendapat mas Ahid, tadabbur bermula dari ta’dib. Ta’dib sendiri adalah forum yang sejak bulan September 2015 lalu rutin dilaksanakan di SMK Global Mentoro, Jombang. Semenjak itu, ta’dib bertransformasi menjadi tadabbur di Maiyahan. Memaknai tadabbur pun berbeda dengan tafsir. Jika tafsir dilakukan dengan landasan ilmu dan hukum, maka tadabbur dilandasi dengan angan-angan makna yang dibimbing hati. Dan untuk selanjutnya akan melahirkan akhlaqul karimah.

Selanjutnya, dengan berbekal slide powerpoint, mas Fajar memresentasikan perihal ISIM Bangbang Wetan. ISIM Bangbang Wetan memiliki 3 (tiga) bidang, dimana ketiga bidang tersebut membawahi sie-sie dibawahnya. Mas Fajar juga menjelaskan kesembilan endapan Bangbang Wetan yang terbuka untuk siapa saja bagi yang berminat mengikutinya. Tak lupa, mas Fajar menyampaikan soal revive-nya website Bangbang Wetan yang sempat mati suri. Mas Fajar sendiri bertindak sebagai ketua koordinator III yang menaungi tentang bank data dan kesekretariatan.

Sejenak, presentasi berpindah kepada mas Fauzi. Dalam penyampaiannya, dikatakan berdasar data kuesioner bahwa forum Bangbang Wetan mayoritas dihadiri 90% laki-laki dan 10% perempuan. Dan dilihat dari tempat asal atau tempat tinggal, banyak pula jama’ah yang berasal dari luar ring 1 (satu) wilayah GERBANG KERTASUSILA. Inilah salah satu kenikmatan berMaiyah. Gender, ruang, dan jarak bukanlah suatu masalah. Dengan bekal ikhlas, jama’ah di luar ring 1 (satu) tetap istiqomah menghadiri forum Bangbang Wetan. Baik hadir secara fisik, maupun rohani (streaming).

Setelah selesainya pemaparan para penggiat mengenai hasil dari kuesioner, kembali Fonempsy hadir menghibur jama’ah.

Kurang lebih pukul setengah 12 (dua belas), mas Sabrang MDP dan kyai Muzammil sudah berada di atas panggung serta ditemani juga oleh cak Rahmad. Namun, sebelum memasuki inti acara Bangbang Wetan, cak Luthfi dan mas Ahid terlebih dahulu mengajak jama’ah untuk melantunkan wirid Hasbunallah bersama-sama.

IMG_2558

Tadabbur, hukum Taklifi, dan hukum Islahi
Setelah lantunan wirid Hasbunallah berakhir, kyai Muzammil memberikan uraiannya tentang tema malam ini yang dimulai dengan menjelaskan akar kata dari tadabbur. Menurut beliau, tadabbur akar katanya berasal dari kata dubur yang berarti jalan belakang. Kemudian berkembang menjadi kata ‘tadaabur’ dan ‘tadabbur’. Tadaabur berarti ungkur-ungkuran (tidak saling berhadapan). Lawan kata tadaabur adalah taqaabul yang berarti berhadapan. Sedangkan tadabbur berarti mencari hikmah terdalam dari suatu hal.

Kyai Muzammil pada kesempatan ini mencoba men-tadabbur-i mengenai suatu keadaan dalam masyarakat Islam. Suatu keadaan yang telah terjadi sejak sekitar 1400 tahun yang lalu, dimana kita itu melakukan suatu penindasan secara kolektif yang dilakukan tanpa sadar bahwa kita saling menindas satu sama lain. Salah satu contohnya adalah tafsir yang begitu menguasai jagad pemahaman terhadap Al-Quran. Padahal kata tafsir sendiri tidak terdapat di dalam Al-Quran. Sedangkan kata tadabbur yang terdapat dalam al-Quran justru kurang populer dan jarang digunakan dalam memahami Al-Quran.

Contoh lainnya adalah, masyarakat Islam terbiasa dengan istilah hukum taklifi (hukum pembebanan). Manusia yang sudah memasuki masa akil baligh dan berakal (dalam fiqih disebut mukallaf) dibebani hukum ini. Jika hukum Islam berasal dari Allah SWT dan Rasulullah SAW, apakah ini berarti Allah dan Rasul-Nya berlaku sebagai mukallif (pemberi beban)!? Padahal, Allah dan Rasulullah membuat hukum ini untuk kemashlahatan hamba dan ummat. Maka dari itu, cak Nun, melalui kyai Muzammil, hendak melakukan revolusi.

Kitab ‘fiqih Muzammili’ yang nantinya akan terbit bermaksud mengubah paradigma yang telah lama berlangsung tersebut dengan istilah hukum Islahi (hukum kepatuhan) dan diharapkan kitab ini bisa lebih memperlembut paradigma umum/awam. Dengan tujuan masyarakat Islam patuh dalam menjalankan segala ibadah bukan berdasarkan keterpaksaan namun karena keikhlasan demi terwujudnya kemaslahatan bersama. Dalam hukum Islahi, Allah dan Rasulullah bukanlah mukallif, tapi mushlih (penebar kemaslahatan). Orang-orang yang menyebarkan kemashlahatan disebut mushlihun. Saat kemashlahatan disebarkan, maka insya Allah, akan menghasilkan hamba dan ummat yang sholih-sholihah.

Hal diatas merupakan hasil ijtihad kyai Muzammil, yang tentunya orang lain boleh setuju atau tidak setuju dengan pendapat tersebut.

Sesi pertanyaan dibuka yang disambut 6 (enam) penanya dari para jamaah. Dan sebelum pertanyaan tersebut dijawab, para penggiat menyebarkan kotak-kotak “money politics” yang ditemani kembali oleh lantunan-lantunan lagu dari Fonempsy.

Kyai Muzammil mengawali menjawab pertanyaan jamaah dengan menjelaskan perbedaan ‘pasrah dan mewakilkan’ melalui wirid Hasbunallah yang berbunyi “Hasbunallah wa ni’mal wakil, ni’mal maula wa ni’man nasir”. Yang bermakna “Cukuplah Allah sebaik-baik wakil bagi kita, Engkaulah sebaik-baik tuan dan sebaik-baik penolong”. Maka manusia bisa dan boleh (bahkan harus) memasrahkan dan mewakilkan segalanya kepada Allah. Tentunya tetap dalam koridor bahwa manusia harus tetap berusaha sungguh-sungguh dalam urusan di dunia. Namun terhadap sesama manusia, kita tidak bisa memasrahkan urusan kita begitu saja, manusia hanya bisa mewakili dan diwakili itupun pada hal-hal tertentu saja dan harus jelas dalam hal apa. Pasrah bersifat pasif, sedangkan mewakilkan bersifat aktif.

Perbedaan tafsir dan tadabbur menurut kyai Muzammil. Dalam tafsir, seseorang seakan-akan menjadi wakil Tuhan. Mufassir (orang yang menafsirkan Al-Quran) memosisikan dirinya untuk mewakili Tuhan untuk menjelaskan ayat-ayat Al-Quran yang dirasa “kurang jelas” kepada masyarakat umum. Tidak sembarang orang yang bisa/boleh menjadi mufassir. Hanya orang-orang yang memahami nahwu shorof, tata bahasa Arab, sastra Arab, paham latar belakang turunnya ayat, dan paham apakah ayat tersebut pernah diterangkan sebelumnya oleh Rasulallah atau belumlah yang boleh menjadi seorang mufassir. Jadi, tafsir bisa diartikan sebagai membuka “selimut”.

Sedangkan tadabbur, kita mengambil pelajaran/pemahaman dari Al-Quran. Tadabbur merupakan perintah kepada semua orang, sehingga semua orang bisa/boleh melakukan tadabbur. Sehingga hasil tadabbur setiap orang bisa saja berbeda-beda. Janganlah membaca Al-Quran dengan pembacaan yang “mati”. Yang dimaksud pembacaan yang “mati” adalah hanya membaca Al-Quran tanpa pengambilan pelajaran dari apa yang dibacanya. Maka bertadabburlah.

IMG_2560

Konsep 3 Lapis Lingkaran
Mas Sabrang mulai mengambil estafet microphone dari kyai Muzammil dan segera merespon pertanyaan dari jamaah. Tiga pertanyaan yang dilontarkan jamaah dijawab mas Sabrang dengan menggunakan satu konsep. Pertanyaan tentang teori konspirasi, ruang dan waktu dari pasrah, dan ketakutan terhadap kemusyrikan. Ada tiga hal yang menjadi dasar pertanyaan di atas, yang harus diperhatikan adalah prekonsepsi terhadap sebuah konsep, pemahaman limitasi terhadap diri sendiri, dan posisi pasrah tentang apa dan di mana.

Satu konsep dasar ditawarkan oleh mas Sabrang yang sudah dipakainya dalam kehidupan. Harus ada lapisan-lapisan dari luar diri kita sehingga kita tahu bagaimana cara mengambil sikap terhadap segala yang berasal dari luar diri kita. Lapis terdalam diri yang membutuhkan energi paling besar dalam menghadapi segala hal dari luar diri kita adalah lingkar pengaruh, lapis kedua adalah lingkar peduli, lapis ketiga adalah lingkar perhatian. Tak lupa mas Sabrang memberikan contoh konkret dalam aplikasi ketiga lapis tersebut dalam kehidupan. Ketiga lapis ini Diidiomatikan dengan kendaraan bermotor, bahwa lingkar pengaruh adalah sopir, lingkar peduli adalah penumpang sedangkan lingkar perhatian adalah kendaraan lain.

Lingkar pengaruh adalah sebagaimana kita bisa mempengaruhi segala hal dari luar diri kita, sebagaimana diidiomatikan sebagai sopir yang langsung mengendalikan serta bertanggung jawab penuh terhadap penumpang dan kendaraan itu sendiri. Lingkar peduli adalah kita memerdulikan tetapi kita tidak mempunyai kewenangan untuk mengatur langsung “kendaraan” yang kita tumpangi, yang bisa kita lakukan hanya berpendapat tetapi tak bisa mempengaruhi. Lingkar perhatian adalah segala hal terluar dari diri kita yang tidak membutuhkan banyak energi untuk memperhatikannya. Lingkar perhatian perlu dipelajari agar kita bisa mengambil pengalamannya dan kita aplikasikan dalam lingkar pengaruh. Orang yang sukses adalah yang bisa mempelajari dan mengambil sikap efektif dalam lingkar pengaruhnya.

Penjelasan tentang konsep lapis luar diri ini selalu diselingi dengan humoris yang berhasil meningkatkan endofin dalam tubuh sehingga jama’ah memancarkan kebahagiaan yang dapat didengar dari tawa riuhnya.

Jangan menggunakan terlalu banyak energi ketika berada dalam lingkar perhatian. Lingkar perhatian harus dikelola secara efektif agar pas terhadap porsi perhatiannya. Ketika sesuatu berada dalam lingkar pengaruhmu, jangan berhenti melakukan segala sesuatu yang terbaik karena Tuhan sudah memasrahkan sesuatu kepada diri kita untuk diperbaiki. “Aku ingin memperlakukan makhlukmu seperti aku diperlakukan oleh Tuhan.” Demikian tambah mas Sabrang.

Kemampuan untuk memilah dan melihat secara tepat informasi itu masuk ke dalam lingkar apa adalah bentuk kebijaksanaan. Kalau kita berhasil memilah informasi itu, maka akan efektiflah hidup kita. Kalau segala sesuatu sudah masuk ke dalam lingkar perhatian maka kita harus siap dengan segala kebutuhan, pengetahuan, kebijaksanaan, dan cinta. Selanjutnya mas Sabrang menghubungkan dengan pertanyaan refleksi yang sebelumnya telah diajukan oleh jamaah. Teori konspirasi yang terjadi di dunia sekarang masuk ke dalam lingkar yang mana dalam hidup kita?

Apa yang harus kita lakukan supaya pas dan benar? Pertanyaan berikut yang dilontarkan oleh jamaah. Mas sabrang merespon dengan konsep ketiga lapis lingkar. Yang kita anggap buruk sekarang, bisa jadi persiapan untuk kebaikan di masa depan. Untuk bisa mengetahui pas dan benar kita harus setia untuk mengalami proses perjalanan dalam kehidupan kita sendiri. Kita pasti mengalami enak, tidak enak, gelo, dan berbagai macam perasaan lain untuk menggembleng proses perjalanan kita. Mas Sabrang mencontohkan tentang keinginan wajar manusia untuk memiliki kendaraan, di mana kita harus mampu membeli bahan bakar, pajak, dan lain sebagainya. Tuhan sangat komprehensif merencanakan segala hal yang akan diberikan kepada hambanya.

Shalat adalah salah satu cara kita melatih pemahaman posisioning kita, apakah berada dalam lingkar pengaruh, lingkar peduli, ataupun lingkar perhatian. Demikian penjelasan tambahan dari mas Sabrang. Dalam shalat kita berhubungan langsung dengan Tuhan dan otomatis menajamkan intuisi kita terhadap apapun, termasuk melatih penempatan posisi.

Menjawab pertanyaan tentang kesulitan merasa tentram yang dilontarkan jamaah, mas Sabrang menjelaskan bahwa kesulitan merasa tentram disebabkan karena kita tidak bisa meletakkan seesuatu tepat pada tempatnya. Ketika kita meletakkan informasi tidak pada tempatnya, dia akan mengganggu cycle kita sendiri sehingga kita tidak akan jenak dalam bekerja dan banyak kesalahan dalam segala hal. Mas Sabrang kemudian menghubungkan dengan ungkapan yang pernah disampaikan oleh cak Nun. Bagaimana kamu bisa berekreasi ketika berkreasi dan menempatkan rekreasi dalam kreasi. Stress bukanlah beban dalam kehidupan, namun hanya merupakan hiburan. Sepanjang perjalanan, lingkar pengaruh tidak pernah habis, pasti ada pintu-pintu lain yang menyediakan lingkar pengaruh lain. Setiap pintu mengandung ilmu, bukannya keberhasilan yang kita bayangkan, karena keberhasilan adalah tambahan ilmu yang kita dapatkan.

IMG_2559

Guyonan-guyonan berbalut ilmu selalu dilontarkan mas Sabrang dalam menyegarkan suasana. Semakin malam jama’ah semakin mesra menerima taburan cahaya-cahaya ilmu yang diturunkan langsung oleh Tuhan Sang Maha Ilmu.

Adanya gelap dan terang bukanlah kenyataanya gelap atau terang. Adanya gelap dan terang adalah limitasi dari mata masing-masing manusia. Cahaya adalah gelombang elekromagnetik, sebagian dari gelombang elektromagnetik yang bisa kita lihat hanya terbatas. Ketiga yang kita lihat tidak hadir maka kita sebut gelap, kegelapan adalah ketidaktahuan karena limitasi penglihatan. Semakin luas limitasi, semakin luas pemahaman, semakin luas pengetahuan, semakian luas lingkar pengaruh kita, kegelapan akan berubah menjadi terang. Untuk memahami kegelapan dan cahaya butuh dialektika terhadap diri sendiri. Demikian penjelasan mas Sabrang tentang hal-hal yang bersifat paradoksal dengan menggunakan ilmu fisika.

Perlahan Mas Sabrang menyambungkan penjelasannya terhadap pertanyaan-pertanyaan lain dari jama’ah. Penjelasan yang disampaikan selalu diiringi dengan humor-humor singkat dan berkualitas sehingga penjelasannya semakin “masuk” kepada jama’ah. Beliau merespon pertanyaan jama’ah tentang permasalahan antara anak dengan orang tua. Mas Sabrang menjelaskan bahwa permasalahan anak dan orang tua adalah permasalahan personal. Ada cara-cara tersendiri untuk menyelesaikannya dan yang paling tahu “medan perangnya” adalah diri kita sendiri. Ketika bertentangan dengan orang tua, yang terpenting adalah tidak menyakiti orang tua dan selalu berusaha untuk menyenangkan orang tua.

Cak Luthfi memimpin shalawat untuk memberikan jeda kepada para pembicara dan juga jama’ah. Shalawat yang dilantunkan menjelang akhir acara seolah menjadi penyeimbang dan menambah keheningan batin di antara para jama’ah setelah pikiran diolah untuk mencerna segala penjelasan yang dijabarkan oleh kiai Muzammil dan mas Sabrang.

Di bagian akhir acara, mas Sabrang menyampaikan kesimpulan-kesimpulan singkat tentang konsep tiga lapis lingkaran dihubungkan dengan konsep tadabbur yang tiga bulan terakhir didengung-dengungkan oleh Maiyah. Cak Rahmad menambahkan bahwa kita harus mengetahui wilayah-wilayah yang seharusnya menjadi pengaruh, peduli, dan perhatian kita. Bukan berarti kita harus apatis terhadap negara, perubahan ekonomi global, dan lain sebagainya. Segalanya tetap harus kita perhatikan dan kita pelajari, namun kita tak boleh stress terhadap hal-hal yang tidak bisa kita rubah. Mas Sabrang mengumpamakan kalau Indonesia ini adalah hutan, kalau pohon-pohonnya sehat, maka seluruh hutan akan sehat dan membuat ekosistem yang semakin menyehatkan. Diharapkan Maiyah dengan objektivitasnya, dengan ketenangan dirinya, dengan kemampuan menyerap perbedaannya akan menjadi ekosistem-ekosistem kecil yang membuat “hutan” Indonesia semakin baik.

IMG_2561

Sebelum memimpin doa di akhir acara, kiai Muzammil menambahkan tentang kisah Rasulullah SAW yang pada masanya ditawari segala hal yang menggiurkan namun ditolak mentah mentah. “Meskipun matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, aku tidak akan meninggalkan perintah Tuhanku, Sehingga Dia yang menang atau aku yang mati”, inilah jawaban Nabi Muhammad SAW ketika ditawari untuk berkuasa oleh masyarakat Quraish pada saat itu. Kiai Muzammil menghubungkan kisah ini dengan keadaan Indonesia saat ini.

Segala yang diperoleh semoga menjadi pancaran cahaya dan pendaran hidayah yang dibawa pulang untuk ditadabburi oleh masing-masing jama’ah. Tepat pada pukul 03.00 shalawat Badar dilantunkan, dilanjutkan dengan doa bersama yang dipimpin oleh kiai Muzammil untuk menutup Bangbang Wetan edisi April 2016.

(Tim Reportase BangbangWetan)