Kolom Jamaah

TETA: Ditinjau dari Pola Asuh Orang Tua

Oleh: Siti Sumriyah

“Setinggi apapun mimpimu, sejauh apapun perjalananmu, keluarga adalah tempatmu untuk kembali.”

– Mimpi Paling Nyata (Soundtrack Film TETA)

Film Terima Kasih Emak Terima Kasih Abah (TETA) merupakan film keluarga yang tayang serentak mulai 13 Mei 2021 setelah sempat tertunda lebih dari setahun karena efek pandemi Covid-19. TETA menjelaskan tentang fungsi keluarga dengan cara tindakan-tindakan tanpa ada tuntutan-tuntutan yang memberatkan keluarga dan tujuan terpenting dari setiap keputusan adalah kembali pada kebaikan anak dan cucu.

Salah satu hal yang sangat penting dalam perspektif berjalannya fungsi keluarga adalah pola asuh.  Pola  asuh  merupakan suatu proses  yang  ditempuh oleh  anak  untuk  memperoleh keyakinan, nilai-nilai, perilaku yang dianggap perlu dan pantas oleh anggota keluarga terutama oleh orang tua. Ada beberapa gaya kepengasuhan yang dapat diterapkan oleh orang tua kepada anaknya, yaitu: pola asuh permisif, pola asuh demokratis, dan pola asuh otoriter. Dari ketiga pola asuh tersebut, yang paling baik diterapkan pada anak Generasi Z adalah pola asuh demokratis.

Pola asuh demokratis ini jelas sedang diterapkan oleh keluarga Emak dan Abah. Emak dan Abah tidak menuntut anak-anaknya untuk melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan kemampuan sang anak. Emak juga selalu berusaha memahami kebutuhan anak dan cucunya. Emak pun memberikan kebebasan kepada anak serta cucunya untuk memilih apapun yang baik dan mereka suka dengan usahanya sendiri. Seperti ketika Nur, cucu Emak, ingin merayakan hari kelahirannya, dia pun harus berjualan gorengan di berbagai tempat agar acaranya terpenuhi.

Emak dan Abah juga tidak membatasi kemampuan para anak dan cucunya. Terlepas dari itu semua, Emak dan Abah tetap mengawasi mereka dengan cara-cara yang baik dan tegas, seperti  halnya  penolakan  Emak  kepada  Gigi  (anaknya)  yang  sedang  menjalin hubungan dengan seorang laki-laki yang kurang baik. Semua penolakan apapun itu, tetap akan menjadi luka bagi yang mengiginkannya begitu pula dengan Gigi (diperankan oleh Pudji Lestari). “Bisa jadi yang baik bagimu, belum tentu baik bagi Allah”, ucap Gigi pada dirinya sendiri. Lambat laun, Tuhan pun menunjukkan bagaimana sosok lelaki yang diinginkan oleh Gigi.

Anak-anak hingga cucunya diajarkan untuk tidak bergantung pada orang lain. Mereka diajarkan untuk mandiri tanpa merepotkan orang lain. Dari sikap dan tindakan yang selalu diajarkan oleh Emak dan Abah, membuat anak-anak dan cucunya menjadi manusia yang peka dan welas asih kepada sesama. Saling menghormati, saling mencintai, dan bergotong royong, sehingga masalah apapun serta kebahagiaan apapun yang didapatkan anak dan cucunya selalu lari ke orang tua, bukan ke mantan. Eh… canda mantan.

Sebagai orang tua, terkadang kita bingung bagaimana cara menerapkan pola asuh yang baik bagi anak-anak. Di film TETA ini, juga ada tiga hal yang tidak boleh dilupakan oleh orang tua, yaitu: kata maaf, tolong, dan terima kasih. Bagaimana ketika Abah melakukan kesalahan yang tidak disengaja? Beliau langsung melontarkan kata maaf dan direspons juga dengan kata maaf oleh Emak, adegan tersebut terjadi ketika disaksikan langsung oleh anak dan cucu mereka. Perkataan dan tindakan orang tua bersinggungan langsung dan terjadi terus menerus dalam kehidupan anak. Sehingga secara tidak langsung, tindakan Emak dan Abah tersebut membentuk anak dan cucunya menjadi pribadi yang baik dan tegas. Maka dari itu, orang tua terutama seorang ibu disebut sebagai sekolah pertama bagi anak-anaknya.

Emak menjadi sekolah pertama sekaligus menjadi guru dari empat anak perempuan dan dua cucu. Seorang Emak (diperankan oleh Bu Novia Kolopaking) menjadi titik penentu keluarga. Jika  kita  membaca  buku karya  K.H. M.  Hasyim Asy’ari  tentang  ilmu,  maka  Emak  sudah termasuk dalam kriteria guru sempurna seperti yang ditulis oleh Mbah Hasyim, yaitu memiliki sikap tenang dan khusyuk serta menyerahkan segala urusan kepada Allah.

Suatu ketika keluarga Emak dan Abah mengalami musibah, yang dilakukan oleh Emak adalah tetap tenang dan berpikir dengan baik, hingga akhirnya keputusan beliau juga baik bagi keluarganya, anak cucunya pun mendapatkan pelajaran tentang cara-cara mengambil keputusan yang baik. Emak juga selalu memuliakan para hamba Allah dan selalu memberikan kesempatan untuk bertobat kepada orang-orang yang melakukan kesalahan terhadap keluarganya. Saya membayangkan jika itu terjadi kepada saya, mungkin sudah banyak cercaan yang saya lontarkan kepada anak saya kelak. Namun setelah melihat film TETA, saya akhirnya banyak belajar bagaimana cara mengasuh anak dengan baik.

Saran saya kepada mbak atau mas tontonlah film TETA dengan mengajak serta adik, kakak, orang tua, dan anak-anak agar kita bisa memahami tentang pola asuh dan relasi keluarga.

Penulis merupakan seorang wirausahawati, gemar membaca, dan berminat pada kajian tentang perempuan. Bisa disapa melalui akun Facebook: Siti Sumriyah AL Bashry, twitter: @Sumriyah19, dan Instagram: @sumriyahs.

Leave a Reply

Your email address will not be published.